Senin, 11 November 2013

Cocoa Day Expo 2013: Cokelatku, Budayaku, Indonesiaku

Rabu  siang 18 september 2013 atrium mall taman anggrek  Bertabur hiasan cokelat. Memasuki pintu utama mall Terbesar di jakarta ini, para pengunjung disambut Dengan hiasan pohon cokelat dan makanan cokelat di setiap Sudut loby. Cocoa day expo 2013 dengan tema cokelatku, budayaku, Indonesiaku digelar selama 5 hari,  18-22 september 2013. 

foto: istimewa

Panggung utama Cocoa Day Expo 2013 dihiasi miniatur Candi Borobudur berbahan cokelat, dan setiap sisinya dipercantik dengan ratusan cokelat Silver Queen, yang oleh panitia akan disumbangkan kepada anak yatim piatu.

Pengunjung juga bisa melihat pohon cokelat di berbagai stand. Bahkan di berbagai sudut pameran, ada hiasan pohon cokelat dengan daun dan buah cokelat asli. Empat puluh empat stand juga diramaikan dengan produk-produk cokelat asli buatan Indonesia. Baik cokelat yang sudah punya nama maupun cokelat dari industri kecil menengah. 

Para pengunjung Cocoa Day Expo 2013  juga akan dapat menikmati minuman cokelat yang berbahan dasar bubuk cokelat berkualitas produksi BT Cocoa, salah satu industri pengolahan kakao terbesar di Indonesia Pada pameran Cocöa Day Expo 2013 ini bukan hanya menghadirkan berbagai macam jenis cokelat saja. Konsumen juga diajak beredukasi soal cokelat dengan adanya demo memasak, mencicipi cokelat lewat chocolate fountain raksasa.

Acara yang dimotori Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bersama Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan beberapa asosiasi terkait di sektor makanan minuman khususnya industri pengolah maupun pengguna kakao  itu dirangkai  dengan serangkaian kegiatan seperti seminar, workshop, dan pameran dalam rangka peringatan Hari Kakao Indonesia.

Hari Kakao Nasional diperingati pada setiap tanggal 16 September, dan  telah ditetapkan berdasarkan SK Menteri Pertanian o.3470/Kpts/PD.320/10/2012 tanggal 9 Oktober 2012, sekaligus dalam rangka meningkatkan konsumsi cokelat di dalam negeri serta meningkatkan mutu dan produksi kakao dan  cokelat dari hulu ke hilir.


Produktivitas,  Kualitas, Berkelanjutan

Indonesia sebagai produsen kakao terbesar ketiga dunia setelah Pantai Gading dan Ghana, dengan kondisi politik ekonomi yang cukup stabil, menjadikannya berpeluang besar sebagai pemasok kebutuhan bahan  baku untuk pasar domestik maupun global.

Dengan kebangkitan dan berkembangnya kapasitas pengolahan industri kakao nasional dan masuknya beberapa investor asing ke Indonesia di sektor kakao, maka keberlanjutan kakao Indonesia baik dari sudut produktivitas dan mutu, tidak bisa ditawar lagi. Untuk itu diperlukan kiat-kiat atau terobosan untuk mengupayakan keberlanjutan kakao Indonesia.

Hal tersebut merupakan benang merah dalam Lokakarya Kakao Indonesia 2013 yang digelar di mal tersebut. Dalam kurun waktu tiga tahun belakangan ini, grinding kakao Indonesia menunjukkan peningkatan yang signifikan, yaitu dari 130.000 ton di tahun 2009/2010 menjadi 265.000 ton di tahun 2011/2012.

Peningkatan tersebut sejalan dengan peningkatan volume ekspor dan produk jadi dari 16% di tahun2009 menjadi 54% di tahun 2012. Di sisi lain ada tendensi sedikit penurunan produksi kakao yang antara lain disebabkan oleh umur tanaman yang sudah menua. Ini dibarengi oleh menurunnya umur produsen atau petani kakao, serangan hama dan penyakit, menurunnya tingkat kesuburan tanah, kurang tertariknya generasi penerus untuk menjadi petani kakao, dan persaingan penggunaan lahan antara budidaya kakao dan komoditas lainnya.

Guna mencari solusi untuk mewujudkan keberlanjutan kakao Indonesia, maka bertepatan dengan peringatan Hari Kakao Indonesia, Dewan Kakao Indonesia, bekerjasama dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan para pemangku kepentingan kakao sepakat membawa kakao Indonesia menuju  peningkatan produktivitas dan kualitas menuju kakao Indonesia berkelanjutan.

Hadir dalam lokakarya tersebut, petani, pedagang, pabrikan, dan industri kakao, peneliti, akademisi, dan pemerhati kakao, pemerintah, asosiasi, pelaku bisnis di sektor kakao, dan organisasi terkait.

Industri Kakao Tingkatkan Devisa negara
Kakao mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Salah satunya sebagai penyumbang devisa negara peringkat ketiga di sektor perkebunan. Pada tahun 2012, komoditas kakao telah menyumbang devisa sebesar USD  1.053.446.947  (1,053 miliar) dari ekspor biji kakao dan produk kakao olahan.

“Walaupun saat ini Indonesia berada di urutan ketiga sebagai produsen biji kakao dunia setelah Pantai Gading dan Ghana, namun kita masih memiliki tanah yang luas dan subur yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, yang sangat cocok untuk ditanami kakao. Oleh karena
itu, bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan Indonesia bisa melewati posisi Pantai Gading untuk menjadi produsen biji kakao terbesar di dunia,”ujar Faiz Achmad, Direktur Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Direktorat Jenderal Industri Agro Kemenperin.

Menurut Faiz, beberapa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka hilirisasi industri guna meningkatkan nilai tambah di dalam negeri terbukti sangat efektif dalam pengembangan industri kakao di Indonesia. Sejak pemerintah mengeluarkan kebijakan Bea Keluar atas ekspor biji kakao melalui Peraturan Menteri Keuangan No 67/PMK.011/2010 pada 1 April 2010 lalu, kata Faiz, industri kakao nasional menggeliat.

Terbukti dengan semakin menurunnya volume ekspor biji kakao, sementara ekspor kakao olahan terus mengalami peningkatan. Jumlah industri kakao yang pada tahun 2010 hanya 7 perusahaan, saat ini bertambah menjadi 17 perusahaan. “Setelah pemberlakuan Bea Keluar (tahun 2010-2012), biji kakao yang diekspor menurun dalam kurun waktu 3 tahun, yaitu sebesar 163.501 ton tahun 2012, menurun dibandingkan tahun 2011 sebesar 210.067 ton dan sebesar 432.437 ton tahun 2010.

Sebaliknya, volume ekspor produk olahan kakao meningkat dari tahun 2010 sebesar 119.214 ton, naik pada tahun 2011 menjadi 195.471 ton dan pada tahun 2012 mencapai 215.791 ton,” ujarnya.

Kebijakan Bea Keluar atas ekspor biji kakao ini juga memberikan semangat kepada industri kakao dan cokelat Indonesia. Proyeksi  lima tahun ke depan diperkirakan jumlah  pabrik pengolahan kakao sebesar 16 (enam belas) unit usaha di tahun 2012 akan tumbuh menjadi 20 (dua puluh) unit usaha di tahun 2015.

Kapasitas terpasang dari 660.000 ton/tahun pada 2012, diharapkan menjadi 950.000 ton/tahun pada 2015. Peningkatan ini terjadi karena ada beberapa industri yang melakukan ekspansi, dan ada banyak investor yang masuk ke Indonesia.

“Guna mendukung hilirisasi industri, pemerintah juga memberikan fasilitas tax allowance dalam  PP No.52 Tahun 2011 tentang fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan  di daerah-daerah tertentu, serta pemberian tax holiday  bagi industri pengolahan kakao di daerah tertentu melalui PMK No.130 Tahun 2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan,” jelasnya.

Ditambahkan Faiz, kebijakan tersebut tidak hanya mampu membangkitkan industri kakao, tetapi juga mampu menggerakkan industri hilir makanan dan minuman berbasis cokelat. Ekspansi di sektor ini berdampak positif karena nilai tambah kakao ada di dalam negeri. Menyerap tenaga kerja, adanya multiplier effect terhadap industri pendukung seperti industri pengemasan (packaging), transportasi, perbengkelan, perbankan dan sektor lainnya.

Faiz memaparkan, penerapan SNI wajib untuk kakao bubuk melalui Peraturan Menteri Perindustrian No.No.45/M-IND/PER/5/2009 jo No.60/M-IND/PER/6/2010  tentang pemberlakuan SNI Kakao Bubuk Secara Wajib untuk menjaga kualitas dan mutu bubuk kakao yang beredar di dalam negeri. Program hilirisasi  yang dicanangkan juga mampu mengangkat industri kakao nasional untuk dapat bersaing di pasar domestik maupun global. Ini berkontribusi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Saat ini, pertumbuhan permintaan kakao dunia sekitar 4 juta ton per tahun. Data International Cocoa Organization (ICCO) menyatakan, bahwa  dalam lima tahun terakhir, permintaan tumbuh rata-rata 5% per tahun. Ke depan, komoditi kakao ini masih sangat potensial untuk dikembangkan. Sebab tingkat konsumsi kakao di tiga Negara, yaitu Indonesia, India dan China yang jumlah penduduknya mencapai 2,7 miliar jiwa, masih sangat rendah, hanya sekitar 0.25 kg/kapita/tahun. Bandingkan dengan tingkat konsumsi di Eropa yang sudah mencapai 10 kg/kapita/tahun.

Diprediksi, konsumsi kakao di tiga negara yaitu Indonesia, India dan China dapat mencapai 1 kg/kapita/tahun sehingga akan ada permintaan tambahan sekitar 2,2 juta ton biji kakao per tahun.


Beberapa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terbukti sangat efektif dalam menumbuhkembangkan industri kakao di Indonesia. Dengan banyaknya industri yang melakukan ekspansi, serta banyaknya investor asing yang masuk membangun pabrik di Indonesia, diharapkan Indonesia akan menggeser posisi Belanda dan Jerman. Sekaligus menjelma menjadi produsen kakao olahan terbesar di dunia. irsa fitri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar