Rabu siang 18 september 2013 atrium mall taman anggrek Bertabur hiasan cokelat. Memasuki pintu utama mall Terbesar di jakarta ini, para pengunjung disambut Dengan hiasan pohon cokelat dan makanan cokelat di setiap Sudut loby. Cocoa day expo 2013 dengan tema “cokelatku, budayaku, Indonesiaku” digelar selama 5 hari, 18-22 september 2013.
foto: istimewa
Panggung utama Cocoa Day Expo 2013 dihiasi miniatur Candi Borobudur berbahan cokelat, dan setiap sisinya dipercantik dengan ratusan cokelat Silver Queen, yang oleh panitia akan disumbangkan kepada anak yatim piatu.
Pengunjung juga bisa melihat pohon cokelat
di berbagai stand. Bahkan di berbagai sudut pameran, ada
hiasan pohon cokelat dengan daun dan buah cokelat asli. Empat puluh empat stand juga diramaikan dengan produk-produk cokelat asli buatan
Indonesia. Baik cokelat yang sudah punya nama maupun cokelat dari industri kecil menengah.
Para pengunjung Cocoa Day Expo 2013 juga akan dapat menikmati minuman cokelat
yang berbahan dasar bubuk cokelat berkualitas produksi BT Cocoa, salah satu
industri pengolahan kakao terbesar di Indonesia Pada pameran Cocöa Day Expo 2013
ini bukan hanya menghadirkan berbagai macam jenis cokelat saja. Konsumen juga
diajak beredukasi soal cokelat dengan adanya demo memasak, mencicipi cokelat
lewat chocolate fountain raksasa.
Acara yang dimotori Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian bersama Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian
Perdagangan, dan beberapa asosiasi terkait di sektor makanan minuman khususnya
industri pengolah maupun pengguna kakao itu
dirangkai dengan serangkaian kegiatan
seperti seminar, workshop, dan pameran dalam rangka peringatan Hari
Kakao Indonesia.
Hari Kakao Nasional diperingati pada setiap
tanggal 16 September, dan telah
ditetapkan berdasarkan SK Menteri Pertanian o.3470/Kpts/PD.320/10/2012 tanggal
9 Oktober 2012, sekaligus dalam rangka meningkatkan konsumsi cokelat di dalam
negeri serta meningkatkan mutu dan produksi kakao dan cokelat dari hulu ke hilir.
Produktivitas, Kualitas, Berkelanjutan
Indonesia sebagai produsen kakao terbesar
ketiga dunia setelah Pantai Gading dan Ghana, dengan kondisi politik ekonomi
yang cukup stabil, menjadikannya berpeluang besar sebagai pemasok kebutuhan
bahan baku untuk pasar domestik maupun global.
Dengan kebangkitan dan berkembangnya
kapasitas pengolahan industri kakao nasional dan masuknya beberapa investor
asing ke Indonesia di sektor kakao, maka keberlanjutan kakao Indonesia baik
dari sudut produktivitas dan mutu, tidak bisa ditawar lagi. Untuk itu
diperlukan kiat-kiat atau terobosan untuk mengupayakan keberlanjutan kakao Indonesia.
Hal tersebut merupakan benang merah dalam
Lokakarya Kakao Indonesia 2013 yang digelar di mal tersebut. Dalam kurun waktu
tiga tahun belakangan ini, grinding kakao Indonesia menunjukkan peningkatan yang
signifikan, yaitu dari 130.000 ton di tahun 2009/2010 menjadi 265.000 ton di
tahun 2011/2012.
Peningkatan tersebut sejalan dengan
peningkatan volume ekspor dan produk jadi dari 16% di tahun2009
menjadi 54% di tahun
2012. Di sisi lain ada tendensi sedikit penurunan
produksi kakao yang antara lain disebabkan oleh umur tanaman
yang sudah menua. Ini
dibarengi oleh menurunnya umur produsen
atau petani kakao, serangan
hama dan penyakit, menurunnya tingkat
kesuburan tanah, kurang
tertariknya generasi penerus untuk menjadi
petani kakao, dan persaingan
penggunaan lahan antara budidaya kakao dan
komoditas lainnya.
Guna mencari solusi untuk mewujudkan
keberlanjutan kakao Indonesia, maka bertepatan dengan peringatan Hari Kakao
Indonesia, Dewan Kakao Indonesia, bekerjasama dengan Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian
Perdagangan, dan para pemangku kepentingan kakao sepakat membawa kakao
Indonesia menuju peningkatan
produktivitas dan kualitas menuju kakao Indonesia berkelanjutan.
Hadir dalam lokakarya tersebut, petani,
pedagang, pabrikan, dan industri kakao, peneliti, akademisi, dan pemerhati
kakao, pemerintah, asosiasi, pelaku bisnis di sektor kakao, dan organisasi
terkait.
Industri
Kakao Tingkatkan Devisa negara
Kakao mempunyai peran strategis dalam
perekonomian Indonesia. Salah satunya sebagai penyumbang devisa negara
peringkat ketiga di sektor perkebunan. Pada tahun 2012, komoditas kakao telah
menyumbang devisa sebesar USD
1.053.446.947 (1,053 miliar) dari
ekspor biji kakao dan produk kakao olahan.
“Walaupun saat ini Indonesia berada di
urutan ketiga sebagai produsen biji kakao dunia setelah Pantai Gading dan
Ghana, namun kita masih memiliki tanah yang luas dan subur yang terbentang dari
Sabang sampai Merauke, yang sangat cocok untuk ditanami kakao. Oleh karena
itu, bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan Indonesia bisa
melewati posisi Pantai Gading untuk menjadi produsen biji kakao terbesar di
dunia,”ujar Faiz Achmad, Direktur Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan
Direktorat Jenderal Industri Agro Kemenperin.
Menurut Faiz, beberapa kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah dalam rangka hilirisasi industri guna meningkatkan nilai
tambah di dalam negeri terbukti sangat efektif dalam pengembangan industri
kakao di Indonesia. Sejak pemerintah mengeluarkan kebijakan Bea Keluar atas
ekspor biji kakao melalui Peraturan Menteri Keuangan No 67/PMK.011/2010 pada 1
April 2010 lalu, kata Faiz, industri kakao nasional menggeliat.
Terbukti dengan semakin menurunnya volume
ekspor biji kakao, sementara ekspor kakao olahan terus mengalami peningkatan.
Jumlah industri kakao yang pada tahun 2010 hanya 7 perusahaan, saat ini bertambah
menjadi 17 perusahaan.
“Setelah pemberlakuan Bea Keluar (tahun
2010-2012), biji kakao yang diekspor menurun dalam kurun waktu 3 tahun, yaitu
sebesar 163.501 ton tahun 2012, menurun dibandingkan tahun 2011 sebesar 210.067
ton dan sebesar 432.437 ton tahun 2010.
Sebaliknya, volume ekspor produk olahan
kakao meningkat dari tahun 2010 sebesar 119.214 ton, naik pada tahun 2011
menjadi 195.471 ton dan pada tahun 2012 mencapai 215.791 ton,” ujarnya.
Kebijakan Bea Keluar atas ekspor biji kakao
ini juga memberikan semangat kepada industri kakao dan cokelat Indonesia.
Proyeksi lima tahun ke depan
diperkirakan jumlah pabrik pengolahan
kakao sebesar 16 (enam belas) unit usaha di tahun 2012 akan tumbuh menjadi 20
(dua puluh) unit usaha di tahun 2015.
Kapasitas terpasang dari 660.000 ton/tahun
pada 2012, diharapkan menjadi 950.000 ton/tahun pada 2015. Peningkatan ini
terjadi karena ada beberapa industri yang melakukan ekspansi, dan ada banyak investor
yang masuk ke Indonesia.
“Guna mendukung hilirisasi industri,
pemerintah juga memberikan fasilitas tax allowance dalam
PP No.52 Tahun 2011 tentang fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman
modal di bidang-bidang usaha tertentu dan
di daerah-daerah tertentu, serta pemberian tax holiday
bagi industri pengolahan kakao di daerah tertentu melalui PMK No.130
Tahun 2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan
Badan,” jelasnya.
Ditambahkan Faiz, kebijakan tersebut tidak
hanya mampu membangkitkan industri kakao, tetapi juga mampu menggerakkan industri
hilir makanan dan minuman berbasis cokelat. Ekspansi di sektor ini berdampak
positif karena nilai tambah kakao ada di dalam negeri. Menyerap tenaga kerja,
adanya multiplier effect terhadap industri pendukung seperti industri
pengemasan (packaging), transportasi, perbengkelan, perbankan
dan sektor lainnya.
Faiz memaparkan, penerapan SNI wajib untuk
kakao bubuk melalui Peraturan Menteri Perindustrian No.No.45/M-IND/PER/5/2009
jo No.60/M-IND/PER/6/2010 tentang pemberlakuan
SNI Kakao Bubuk Secara Wajib untuk menjaga kualitas dan mutu bubuk kakao yang beredar
di dalam negeri. Program hilirisasi yang
dicanangkan juga mampu mengangkat industri kakao nasional untuk dapat bersaing
di pasar domestik maupun global. Ini berkontribusi dalam mendukung pertumbuhan
ekonomi nasional.
Saat ini, pertumbuhan permintaan kakao
dunia sekitar 4 juta ton per
tahun. Data International Cocoa Organization (ICCO) menyatakan, bahwa dalam lima tahun
terakhir, permintaan tumbuh rata-rata 5%
per tahun. Ke depan, komoditi kakao ini
masih sangat potensial
untuk dikembangkan. Sebab tingkat konsumsi
kakao di tiga Negara, yaitu
Indonesia, India dan China yang jumlah
penduduknya mencapai 2,7
miliar jiwa, masih sangat rendah, hanya
sekitar 0.25 kg/kapita/tahun. Bandingkan dengan tingkat konsumsi di Eropa yang
sudah mencapai 10 kg/kapita/tahun.
Diprediksi, konsumsi kakao di tiga negara
yaitu Indonesia, India dan China dapat mencapai 1 kg/kapita/tahun sehingga akan
ada permintaan tambahan sekitar 2,2 juta ton biji kakao per tahun.
Beberapa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah
terbukti sangat efektif dalam menumbuhkembangkan industri kakao di Indonesia.
Dengan banyaknya industri yang melakukan ekspansi, serta banyaknya investor asing
yang masuk membangun pabrik di Indonesia, diharapkan Indonesia akan menggeser
posisi Belanda dan Jerman. Sekaligus menjelma menjadi produsen kakao olahan
terbesar di dunia. irsa fitri