Rabu, 06 November 2013

Ing Benny Soetrisno: “Industri Padat Karya Perlu Insentif“

Barang impor membanjir di Indonesia. Tidak hanya barang yang dibutuhkan saja yang diimpor, barang yang bisa diproduksi dalam negeri pun diimpor. Akibat itu, impor tidak hanya membebani negara, tetapi sekaligus juga mematikan produksi dalam negeri.

Pemerintah memang telah memberi insentif bagi hilirisasi industri agro berupa harga dan ketersediaan bahan baku dalam negeri yang lebih kompetitif. Namun itu perlu insentif lain berupa akses ke lembaga keuangan dengan bunga yang lebih kompetitif dibanding sektor lain. Sebab industri agro menciptakan lapangan kerja yang banyak.

Seperti apakah kebijakan pemerintah dalam menunjang sector ekspor yang kini dikalahkan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri? Dan harusnya bagaimana kebijakan itu diambil untuk memacu ekspor serta mengurangi impor yang terkesan tidak terkendali sekarang ini? Irsa Fitri dan Yosi Winosa dari Agrofarm menemui DR. Ing Benny Soetrisno, Ketua Umum Gabungan Perusahan Ekspor Indonesia (GPEI) untuk membicarakan soal itu. Inilah lengkapnya.


Bagaimana prospek industry berbasisi agro di Indonesia?
Prospek agro IndustrI sangat cerah karena memang pada dasarnya Indonesia dianugerahi banyak pulau yang beragam hara tanahnya, maka keragaman tanaman agronya juga cukup banyak. Serta dianugerahi sinar matahari yang selalu ada sepanjang hari, maka pertumbuhan tanaman akan lebih cepat dibanding negara sub tropis. Oleh karena itu bahan baku untuk industri yang berbasis agro pun mendapatkan jaminan pasok yang cukup sepanjang tahun.


Apa tujuan pemerintah mengembangkan industri hilir agro?
Tujuan pemerintah mengembangkan industri agro agar tercipta mata rantai nilai-tambah value added chain yang memiliki potensi untuk menciptakan lapangan kerja sekaligus menjamin pasokan pasar domestic. Selain menjaga kestabilan harga bahan baku produk agronya.


Apa saja tantangan industri agro di dalam negeri dan luar negeri?
Tantangan industrI agro di dalam negeri adalah kesinambungan volume dan kualitas bahan baku yang masih perlu ditingkatkan. Itu agar utilisasi mesin terpasang pada proses pengolahan dapat terutilisasi optimal, sehingga mendapatkan biaya pengolahan yang lebih kompetitif.

Tantangan lainnya adalah ketrampilan serta etos pekerjanya perlu dilakukan pendidikan serta tersertifikasi yang standard pekerja trampil internasional. Terus, masih tingginya biaya bunga uang untuk investasi maupun modal kerja. Sedangkan kendala industrI agro di luar negeri mayoritas pasokan bahan baku baik harga maupun volume.


Seperti apa GPEI melihat komitmen pemerintah dalam mengembangkan hilirisasi produk
agro?
GPEI melihat komitmen pemerintah dalam program hilirisasi hasil pertanian -agro- yang memberikan Bea Keluar (BK) untuk ekspor bahan mentahnya, sehingga mendorong pertumbuhan kapasitas terpasang industri berbasiskan bahan baku hasil pertanian agro di dalam negeri.

Insentif yang disediakan oleh pemerintah bagi hilirisasi industry agro adalah ketersediaan dan harga bahan baku dalam negeri lebih kompetitif. Masih diperlukan insentif untuk mengembangkan industri agro adalah akses ke lembaga keuangan perbankan dan nilai bunga uang yang lebih kompetitif dibanding sektor lain ya, karena industri agro, menciptakan lapangan kerja banyak - baik pada on farm (kebun) maupun industrinya.


Apa yang diharapkan GPEI saat ini soal produk agro?
Yang dihadapi oleh GPEI adalah peningkatan mutu hasil produk agro yang terakreditisasi secara regional maupun internasional. Kebutuhan tenaga trampil yang kompeten di pertanian maupun industrinya, ketersediaan lahan untuk menambah luas tanaman agro, serta bibit yang terbaik untuk meningkatkan panen per hektarnya. Selain soal perubahaan cuaca yang anomali.

Disamping itu ada juga target lainnya dari GPEI, yakni bagaimana bisa meningkatkan nilai ekspor produk agro secara berkelanjutan. Target perluasan pasar regional adalah Asean yang harus sudah dimulai dengan perlakuan seolah pasar domestic, tidak adanya hambatan bea masuk maupun hambatan administrasi lainnya.


Seperti apa GPEI melihat impor saat  ini?
Perlunya pengurangan impor, khususnya pengurangan barang impor terhadap barang-barang yang tidak diperlukan, seperti barang-barang konsumsi, serta barang-barang modal yang telah tersedia di Indonesia. Dengan begitu pemerintah justru mendukung ekspor nasional dengan cara memberikan perlakuan khusus kepada barang dalam negeri. Ini harus
jadi prioritas.


Bagaimana dengan kinerja ekspor tahun 2013 ini, terlebih dengan melemahnya nilai rupiah terhadap dollar AS?
GPEI memperkirakan kinerja ekspor pada 2013 akan mengalami perlambatan karena kondisi perekonomian di Amerika Serikat dan Eropa masih belum stabil. Kinerja sektor industri seperti tekstil dan produk tekstil (TPT) terus menurun. Permintaan dari pasar Amerika Serikat serta Eropa salahsatu penyebabnya. Bahkan permintaan ekspor semua komoditi terus menurun.

Pada 2013 kondisi pasar masih belum bangkit dan biaya produksi akan mengalami kenaikan. Kan tahun depan, sektor industri dalam negeri dihadapkan pada kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) sebesar 15%, kenaikan harga gas dan UMP (upah minimum provinsi). Sedangkan permintaan pasar semakin menurun. Hal ini sangat memberatkan pelaku industri.

Saya beharap pemerintah memberikan insentif dan kebijakan kepada industri padat karya. Industri jenis ini terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) jika ekonomi bergolak

dan tidak sesuai instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menginginkan tidak adanya PHK. Seperti pengusaha ekspor dibebani oleh Bank Indonesia (BI) devisa hasil ekspor yang terasa lebih memberatkan dibandingkan importir. Apalagi ada impor yang menyelundup. Kirim uang ke luar enggak ada beban administrasi. Sementara kalau kita ekspor, di mana ada uang masuk itu beban administrasinya malah lebih berat. Sudah saatnya pemerintah mulai memberikan insentif dari yang tidak berupa uang tetapi dukungan dan support.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar