Barang impor membanjir di Indonesia. Tidak hanya barang yang dibutuhkan saja yang diimpor, barang yang bisa diproduksi dalam negeri pun diimpor. Akibat itu, impor tidak hanya membebani negara, tetapi sekaligus juga mematikan produksi dalam negeri.
Pemerintah
memang telah memberi insentif bagi hilirisasi industri agro berupa harga dan
ketersediaan bahan baku dalam negeri yang lebih kompetitif. Namun itu perlu insentif
lain berupa akses ke lembaga keuangan dengan bunga yang lebih kompetitif
dibanding sektor lain. Sebab industri agro menciptakan lapangan kerja yang
banyak.
Seperti apakah
kebijakan pemerintah dalam menunjang sector ekspor yang kini dikalahkan impor untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri? Dan harusnya bagaimana kebijakan itu diambil
untuk memacu ekspor serta mengurangi impor yang terkesan tidak terkendali
sekarang ini? Irsa Fitri dan Yosi Winosa dari Agrofarm menemui
DR. Ing Benny Soetrisno, Ketua Umum Gabungan Perusahan Ekspor
Indonesia (GPEI) untuk membicarakan soal itu.
Inilah lengkapnya.
Bagaimana
prospek industry berbasisi agro di Indonesia?
Prospek agro
IndustrI sangat cerah karena memang pada dasarnya Indonesia dianugerahi banyak
pulau yang beragam hara tanahnya, maka keragaman tanaman agronya juga cukup banyak.
Serta dianugerahi sinar matahari yang selalu ada sepanjang hari, maka
pertumbuhan tanaman akan lebih cepat dibanding negara sub tropis. Oleh karena
itu bahan baku untuk industri yang berbasis agro pun mendapatkan jaminan pasok
yang cukup sepanjang tahun.
Apa tujuan
pemerintah mengembangkan industri hilir agro?
Tujuan
pemerintah mengembangkan industri agro agar tercipta mata rantai nilai-tambah value
added chain yang memiliki potensi untuk menciptakan lapangan kerja
sekaligus menjamin pasokan pasar domestic. Selain menjaga kestabilan harga
bahan baku produk agronya.
Apa saja
tantangan industri agro di dalam negeri dan luar negeri?
Tantangan industrI
agro di dalam negeri adalah kesinambungan volume dan kualitas bahan baku yang
masih perlu ditingkatkan. Itu agar utilisasi mesin terpasang pada proses
pengolahan dapat terutilisasi optimal, sehingga mendapatkan biaya pengolahan
yang lebih kompetitif.
Tantangan
lainnya adalah ketrampilan serta etos pekerjanya perlu dilakukan pendidikan serta tersertifikasi
yang standard pekerja trampil internasional. Terus, masih tingginya biaya bunga
uang untuk investasi maupun modal kerja. Sedangkan kendala industrI agro di
luar negeri mayoritas pasokan bahan baku baik harga maupun volume.
Seperti apa GPEI
melihat komitmen pemerintah dalam mengembangkan hilirisasi produk
agro?
GPEI melihat
komitmen pemerintah dalam program hilirisasi hasil pertanian -agro- yang memberikan Bea
Keluar (BK) untuk ekspor bahan mentahnya, sehingga mendorong pertumbuhan
kapasitas terpasang industri berbasiskan bahan baku
hasil pertanian agro di dalam negeri.
Insentif yang
disediakan oleh pemerintah bagi hilirisasi industry agro adalah ketersediaan
dan harga bahan baku dalam negeri lebih kompetitif. Masih diperlukan insentif untuk
mengembangkan industri agro adalah akses ke lembaga keuangan perbankan dan
nilai bunga uang yang lebih kompetitif dibanding sektor lain ya, karena
industri agro, menciptakan lapangan kerja banyak - baik pada
on farm (kebun) maupun industrinya.
Apa yang
diharapkan GPEI saat ini soal produk agro?
Yang dihadapi
oleh GPEI adalah peningkatan mutu hasil produk agro yang terakreditisasi secara
regional maupun internasional. Kebutuhan tenaga trampil yang kompeten di pertanian
maupun industrinya, ketersediaan lahan untuk menambah luas tanaman agro, serta
bibit yang terbaik untuk meningkatkan panen per hektarnya. Selain soal
perubahaan cuaca yang anomali.
Disamping itu
ada juga target lainnya dari GPEI, yakni bagaimana bisa meningkatkan nilai
ekspor produk agro secara berkelanjutan. Target perluasan pasar regional adalah
Asean yang harus sudah dimulai dengan perlakuan seolah pasar domestic, tidak adanya
hambatan bea masuk maupun hambatan administrasi lainnya.
Seperti apa GPEI
melihat impor saat ini?
Perlunya
pengurangan impor, khususnya pengurangan barang impor terhadap barang-barang
yang tidak diperlukan, seperti barang-barang konsumsi, serta barang-barang
modal yang telah tersedia di Indonesia. Dengan begitu pemerintah justru mendukung
ekspor nasional dengan cara memberikan perlakuan khusus kepada barang dalam
negeri. Ini harus
jadi prioritas.
Bagaimana dengan
kinerja ekspor tahun 2013 ini, terlebih dengan melemahnya nilai rupiah terhadap
dollar AS?
GPEI
memperkirakan kinerja ekspor pada 2013 akan mengalami perlambatan karena kondisi
perekonomian di Amerika Serikat dan Eropa masih belum stabil. Kinerja sektor
industri seperti tekstil dan produk tekstil (TPT) terus menurun. Permintaan
dari pasar Amerika Serikat serta Eropa salahsatu penyebabnya. Bahkan permintaan
ekspor semua komoditi terus menurun.
Pada 2013
kondisi pasar masih belum bangkit dan biaya produksi akan mengalami kenaikan. Kan
tahun depan, sektor industri dalam negeri dihadapkan pada kenaikan tarif tenaga
listrik (TTL) sebesar 15%, kenaikan harga gas dan UMP (upah minimum provinsi). Sedangkan
permintaan pasar semakin menurun. Hal ini sangat memberatkan pelaku industri.
Saya beharap
pemerintah memberikan insentif dan kebijakan kepada industri padat karya.
Industri jenis ini terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) jika ekonomi bergolak
dan tidak sesuai instruksi
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menginginkan tidak adanya PHK. Seperti
pengusaha ekspor dibebani oleh Bank Indonesia (BI) devisa hasil ekspor yang
terasa lebih memberatkan dibandingkan importir. Apalagi ada impor yang
menyelundup. Kirim uang ke luar enggak ada beban administrasi. Sementara
kalau kita ekspor, di mana ada uang masuk itu beban administrasinya malah lebih
berat. Sudah saatnya pemerintah mulai memberikan insentif dari yang tidak
berupa uang tetapi dukungan dan support.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar