Senin, 11 November 2013

Cocoa Day Expo 2013: Cokelatku, Budayaku, Indonesiaku

Rabu  siang 18 september 2013 atrium mall taman anggrek  Bertabur hiasan cokelat. Memasuki pintu utama mall Terbesar di jakarta ini, para pengunjung disambut Dengan hiasan pohon cokelat dan makanan cokelat di setiap Sudut loby. Cocoa day expo 2013 dengan tema cokelatku, budayaku, Indonesiaku digelar selama 5 hari,  18-22 september 2013. 

foto: istimewa

Panggung utama Cocoa Day Expo 2013 dihiasi miniatur Candi Borobudur berbahan cokelat, dan setiap sisinya dipercantik dengan ratusan cokelat Silver Queen, yang oleh panitia akan disumbangkan kepada anak yatim piatu.

Pengunjung juga bisa melihat pohon cokelat di berbagai stand. Bahkan di berbagai sudut pameran, ada hiasan pohon cokelat dengan daun dan buah cokelat asli. Empat puluh empat stand juga diramaikan dengan produk-produk cokelat asli buatan Indonesia. Baik cokelat yang sudah punya nama maupun cokelat dari industri kecil menengah. 

Para pengunjung Cocoa Day Expo 2013  juga akan dapat menikmati minuman cokelat yang berbahan dasar bubuk cokelat berkualitas produksi BT Cocoa, salah satu industri pengolahan kakao terbesar di Indonesia Pada pameran Cocöa Day Expo 2013 ini bukan hanya menghadirkan berbagai macam jenis cokelat saja. Konsumen juga diajak beredukasi soal cokelat dengan adanya demo memasak, mencicipi cokelat lewat chocolate fountain raksasa.

Acara yang dimotori Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bersama Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan beberapa asosiasi terkait di sektor makanan minuman khususnya industri pengolah maupun pengguna kakao  itu dirangkai  dengan serangkaian kegiatan seperti seminar, workshop, dan pameran dalam rangka peringatan Hari Kakao Indonesia.

Hari Kakao Nasional diperingati pada setiap tanggal 16 September, dan  telah ditetapkan berdasarkan SK Menteri Pertanian o.3470/Kpts/PD.320/10/2012 tanggal 9 Oktober 2012, sekaligus dalam rangka meningkatkan konsumsi cokelat di dalam negeri serta meningkatkan mutu dan produksi kakao dan  cokelat dari hulu ke hilir.


Produktivitas,  Kualitas, Berkelanjutan

Indonesia sebagai produsen kakao terbesar ketiga dunia setelah Pantai Gading dan Ghana, dengan kondisi politik ekonomi yang cukup stabil, menjadikannya berpeluang besar sebagai pemasok kebutuhan bahan  baku untuk pasar domestik maupun global.

Dengan kebangkitan dan berkembangnya kapasitas pengolahan industri kakao nasional dan masuknya beberapa investor asing ke Indonesia di sektor kakao, maka keberlanjutan kakao Indonesia baik dari sudut produktivitas dan mutu, tidak bisa ditawar lagi. Untuk itu diperlukan kiat-kiat atau terobosan untuk mengupayakan keberlanjutan kakao Indonesia.

Hal tersebut merupakan benang merah dalam Lokakarya Kakao Indonesia 2013 yang digelar di mal tersebut. Dalam kurun waktu tiga tahun belakangan ini, grinding kakao Indonesia menunjukkan peningkatan yang signifikan, yaitu dari 130.000 ton di tahun 2009/2010 menjadi 265.000 ton di tahun 2011/2012.

Peningkatan tersebut sejalan dengan peningkatan volume ekspor dan produk jadi dari 16% di tahun2009 menjadi 54% di tahun 2012. Di sisi lain ada tendensi sedikit penurunan produksi kakao yang antara lain disebabkan oleh umur tanaman yang sudah menua. Ini dibarengi oleh menurunnya umur produsen atau petani kakao, serangan hama dan penyakit, menurunnya tingkat kesuburan tanah, kurang tertariknya generasi penerus untuk menjadi petani kakao, dan persaingan penggunaan lahan antara budidaya kakao dan komoditas lainnya.

Guna mencari solusi untuk mewujudkan keberlanjutan kakao Indonesia, maka bertepatan dengan peringatan Hari Kakao Indonesia, Dewan Kakao Indonesia, bekerjasama dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan para pemangku kepentingan kakao sepakat membawa kakao Indonesia menuju  peningkatan produktivitas dan kualitas menuju kakao Indonesia berkelanjutan.

Hadir dalam lokakarya tersebut, petani, pedagang, pabrikan, dan industri kakao, peneliti, akademisi, dan pemerhati kakao, pemerintah, asosiasi, pelaku bisnis di sektor kakao, dan organisasi terkait.

Industri Kakao Tingkatkan Devisa negara
Kakao mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Salah satunya sebagai penyumbang devisa negara peringkat ketiga di sektor perkebunan. Pada tahun 2012, komoditas kakao telah menyumbang devisa sebesar USD  1.053.446.947  (1,053 miliar) dari ekspor biji kakao dan produk kakao olahan.

“Walaupun saat ini Indonesia berada di urutan ketiga sebagai produsen biji kakao dunia setelah Pantai Gading dan Ghana, namun kita masih memiliki tanah yang luas dan subur yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, yang sangat cocok untuk ditanami kakao. Oleh karena
itu, bukan tidak mungkin dalam beberapa tahun ke depan Indonesia bisa melewati posisi Pantai Gading untuk menjadi produsen biji kakao terbesar di dunia,”ujar Faiz Achmad, Direktur Industri Makanan, Hasil Laut dan Perikanan Direktorat Jenderal Industri Agro Kemenperin.

Menurut Faiz, beberapa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dalam rangka hilirisasi industri guna meningkatkan nilai tambah di dalam negeri terbukti sangat efektif dalam pengembangan industri kakao di Indonesia. Sejak pemerintah mengeluarkan kebijakan Bea Keluar atas ekspor biji kakao melalui Peraturan Menteri Keuangan No 67/PMK.011/2010 pada 1 April 2010 lalu, kata Faiz, industri kakao nasional menggeliat.

Terbukti dengan semakin menurunnya volume ekspor biji kakao, sementara ekspor kakao olahan terus mengalami peningkatan. Jumlah industri kakao yang pada tahun 2010 hanya 7 perusahaan, saat ini bertambah menjadi 17 perusahaan. “Setelah pemberlakuan Bea Keluar (tahun 2010-2012), biji kakao yang diekspor menurun dalam kurun waktu 3 tahun, yaitu sebesar 163.501 ton tahun 2012, menurun dibandingkan tahun 2011 sebesar 210.067 ton dan sebesar 432.437 ton tahun 2010.

Sebaliknya, volume ekspor produk olahan kakao meningkat dari tahun 2010 sebesar 119.214 ton, naik pada tahun 2011 menjadi 195.471 ton dan pada tahun 2012 mencapai 215.791 ton,” ujarnya.

Kebijakan Bea Keluar atas ekspor biji kakao ini juga memberikan semangat kepada industri kakao dan cokelat Indonesia. Proyeksi  lima tahun ke depan diperkirakan jumlah  pabrik pengolahan kakao sebesar 16 (enam belas) unit usaha di tahun 2012 akan tumbuh menjadi 20 (dua puluh) unit usaha di tahun 2015.

Kapasitas terpasang dari 660.000 ton/tahun pada 2012, diharapkan menjadi 950.000 ton/tahun pada 2015. Peningkatan ini terjadi karena ada beberapa industri yang melakukan ekspansi, dan ada banyak investor yang masuk ke Indonesia.

“Guna mendukung hilirisasi industri, pemerintah juga memberikan fasilitas tax allowance dalam  PP No.52 Tahun 2011 tentang fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang-bidang usaha tertentu dan  di daerah-daerah tertentu, serta pemberian tax holiday  bagi industri pengolahan kakao di daerah tertentu melalui PMK No.130 Tahun 2011 tentang Pemberian Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan,” jelasnya.

Ditambahkan Faiz, kebijakan tersebut tidak hanya mampu membangkitkan industri kakao, tetapi juga mampu menggerakkan industri hilir makanan dan minuman berbasis cokelat. Ekspansi di sektor ini berdampak positif karena nilai tambah kakao ada di dalam negeri. Menyerap tenaga kerja, adanya multiplier effect terhadap industri pendukung seperti industri pengemasan (packaging), transportasi, perbengkelan, perbankan dan sektor lainnya.

Faiz memaparkan, penerapan SNI wajib untuk kakao bubuk melalui Peraturan Menteri Perindustrian No.No.45/M-IND/PER/5/2009 jo No.60/M-IND/PER/6/2010  tentang pemberlakuan SNI Kakao Bubuk Secara Wajib untuk menjaga kualitas dan mutu bubuk kakao yang beredar di dalam negeri. Program hilirisasi  yang dicanangkan juga mampu mengangkat industri kakao nasional untuk dapat bersaing di pasar domestik maupun global. Ini berkontribusi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Saat ini, pertumbuhan permintaan kakao dunia sekitar 4 juta ton per tahun. Data International Cocoa Organization (ICCO) menyatakan, bahwa  dalam lima tahun terakhir, permintaan tumbuh rata-rata 5% per tahun. Ke depan, komoditi kakao ini masih sangat potensial untuk dikembangkan. Sebab tingkat konsumsi kakao di tiga Negara, yaitu Indonesia, India dan China yang jumlah penduduknya mencapai 2,7 miliar jiwa, masih sangat rendah, hanya sekitar 0.25 kg/kapita/tahun. Bandingkan dengan tingkat konsumsi di Eropa yang sudah mencapai 10 kg/kapita/tahun.

Diprediksi, konsumsi kakao di tiga negara yaitu Indonesia, India dan China dapat mencapai 1 kg/kapita/tahun sehingga akan ada permintaan tambahan sekitar 2,2 juta ton biji kakao per tahun.


Beberapa kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terbukti sangat efektif dalam menumbuhkembangkan industri kakao di Indonesia. Dengan banyaknya industri yang melakukan ekspansi, serta banyaknya investor asing yang masuk membangun pabrik di Indonesia, diharapkan Indonesia akan menggeser posisi Belanda dan Jerman. Sekaligus menjelma menjadi produsen kakao olahan terbesar di dunia. irsa fitri

Minggu, 10 November 2013

Awas, Jangan Sembrono Palsu Kopi Luwak

Kopi luwak Indonesia Dengan harga Murah  kini sudah Meresahkan  Jepang dan  Uni eropa (ue). Bahkan kopi Luwak palsu Juga sudah Masuk ke pasar Negara tersebut. Nah, kini keaslian Kopi luwak itu Mampu dideteksi Secara ilmiah.
foto: lst

 
Penelitan ini merupakan hasil kerja sama Puslitkoka (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia) bersama Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Osaka University Jepang. Riset itu bertujuan menemukan alat bukti yang mampu mendeteksi keaslian kopi luwak.

“Arah hasil riset akan ditindaklanjuti otoritas pangan Jepang untuk membuat regulasi yang mengkategorisasikan produk kopi luwak. Instrumennya seperti Standar Nasional Indonesia (SNI),” ujar Direktur Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Jember Dr.Ir Teguh Wahyudi di Jakarta.

Teguh menuturkan, pembuktian keaslian kopi luwak itu diterbitkan di “Journal of Agricultural and Food Chemistry 2013”,61,7994-800 berjudul “Selection of Discriminant Markers for Authentication of Asian Palm Civet Coffee”.

Hasil penelitian berhasil menganalisis aroma dengan menggunakan mikroekstraksi fase padat dan kromatografi gas sebagai metode. Untuk membuktikan keaslian kopi luwak tersebut tentunya disertai sampel.

“Puslitkoka menyerahkan sampel jenis kopi reguler dan kopi luwak. Pada setiap pengiriman disertai  dokumen “Biological Material Transfer  Agreement”,”papar Teguh yang mengaku sejumlah rangkaian riset itu telah dirintis sejak tahun 2010.

Teguh menjelaskan respons luar biasa dari dunia riset dan para pemangku kepentingan lainnya. Merujuk hasil riset tersebut, otoritas pangan Jepang tengah mempertimbangkan penyusunan regulasi berkenaan standarisasi mutu kopi luwak. “Kabar terakhir UE juga tertarik dengan ini,” ujarnya.

Menurut Teguh, rencana pemerintah Jepang tersebut tak lain untuk melindungi konsumennya dari produk kopi palsu. Bukan untuk menghambat ekspor kopi luwak Indonesia. “Adanya alat ukur pendeteksi keaslian kopi luwak itu sekaligus juga dapat digunakan untuk membuat diferensiasi harga kopi luwak,” tandas pria berkaca mata ini. Saat ini, harga kopi luwak berbentuk mentah di pasar Jepang mencapai USD 125/kg. Harga yang dibayar konsumen akan lebih mahal yakni  mencapai USD 150 /kilogram (kg)  apabila sudah dibakar

Teguh memperkirakan, volume  ekspor kopi luwak tidak melebihi 500 ton. Selain Jepang, tujuannya ke Korea Selatan, Hong Kong, beberapa negara di Uni Eropa, dan Amerika Serikat. Provinsi Jawa Timur, Lampung, Aceh merupakan sentra produsen kopi luwak. Jenis Arabica adalah kopi yang dimakan binatang luwak. Namun, binatang pengerat ini hanya memakan buah kopi yang benar-benar matang. Selain kopi luwak yang dihasilkan secara alami, banyak petani yang melakukan budidaya kopi melalui penangkaran luwak.

Sejarah Kopi luwak
Teguh juga memaparkan, kopi luwak dikenal sebagai kopi yang mahal dan khas. Diproduksi dalam jumlah sangat terbatas. Sejarah kopi luwak tidak terlepas dari sejarah masuknya kopi di Indonesia. Luwak (Paradoxorus hermaphroditus) merupakan binatang omnivora, disamping memakan serangga, tikus, kadal, dan binatang kecil lainnya, juga memakan buah-buhan. Kopi merupakan salah satu jenis buah yang dimakan juga oleh luwak. Kopi  dipulper oleh mulut luwak, bijinya  yang berlendir masuk ke perut, sedangkan kulitnya/pulp tidak ditelan.

Kemashuran kopi ini diyakini karena mitos pada masalalu. Ketika perkebunan kopi dibuka besar-besaran pada masa pemerintahan Hindia Belanda sampai dekade 1950-an.  Biji kopi ini diyakini memiliki rasa yang berbeda setelah dimakan dan melewati saluran pencernaan luwak. Pada tahun 1980-an, kopi luwak liar yang diketemukan di area perkebunan diolah bersama-sama dengan kopi Lesehan, yang akhirnya menjadi kopi biji dengan mutu inferior. Pada tahun 1990-an, kata Teguh, Puslitkoka berusaha untuk membangkitkan kembali kesan bahwa  kopi luwak merupakan kopi yang enak dan spesial.

Usaha ini dilakukan dengan cara mengumpulkan kopi luwak liar diolah dengan baik, diuji citarasanya dan dikenalkan kembali  pada konsumen. Kopi luwak liar ini biasanya punya fragrance, aroma, flavor dan affertaste yang kuat , acidity sedang, body sedang, dan tingkat balance yang baik. Namun kadang-kadang disertai oleh rasa tanah (earthy) yang kuat, terutama jika kopi luwak ditemukan dalam kondisi yang sudah berjamur.

Untuk menghilangkan cacat rasa ini, ujar Teguh, dibuatlah standar operasional prosedur pengolahan luwak, disamping itu juga untuk mensucikan dari najis. MUI melalui fatwa No 4 tanggal 20 Juli 2010 menyatakan, bahwa kopi luwak hasil olahan dari biji kopi yang diambil dari kotoran hewan luwak (musang) termasuk halal atau boleh dikonsumsi umat Islam.

Kopi berkulit tanduk yang baru keluar dari perut luwak berstatus mut’ah najis  yakni benda yang terkena najis. Jika dibersihkan dan dicuci secara syar’iyah, biji kopi itu menjadi suci dan halal dikonsumsi, senyampang kulit tanduknya masih utuh, keras, dan masih bisa tumbuh apabila ditanam. MUI juga memperbolehkan masyarakat memproduksi dan memperjualbelikannya.

Teguh juga menjelaskan, Juli 2007 Puslitkoka membuat ranch luwak untuk contoh keberadaan kopi luwak. Namun, ranch tersebut diadopsi oleh praktisi perkopian tidak dalam bentuk ranch, tetapi dalam bentuk sangkar luwak (cage).

Mulai periode inilah produsen luwak bertambah banyak. Bahkan ada yang hanya memelihara luwak tanpa dukungan kebun kopi sendiri. “Hasil uji citarasa, ternyata ada perbedaan antara kopi luwak liar dengan kopi luwak sangkar. Kopi luwak liar punya citarasa lebih kompleks jika dibanduingkan dengan kopi luwak sangkar. Kopi luwak sangkar lebih mirip kopi hasil pengolahan secara basah, atau kopi WIB,” jelas Teguh.

Rahasia Keaslian
Menurut Teguh, berawal dari sinilah timbul keraguan konsumen terhadap keaslian kopi luwak. “Berangkat dari masalah ini, mulailah penelitian–penelitian untuk mengungkap rahasia keaslian kopi mulai dilakukan, baik secara fisik, kimiawi, maupun citarasa,” paparnya.

Pada acara simposium  kopi Puslitkoka di Bali 2010, disajikan makalah profil citarasa kopi robusta dan kopi luwak dari beberapa daerah di Indonesia. Penelitian menggunakan beberapa jenis inokulan  untuk mengolah kopi, sehingga menyamai citarasa kopi luwak juga dilakukan oleh  Puslitkoka. Demikian juga penelitian tentang selera luwak. irsa fitri


Hortikultura Lokal Lebih baik Dari Impor

foto: bimo
Pekan flori dan flora nasional (pf2n) ke-6 kembali digelar di kebun Pemerintah daerah (pemda) diy jalan kenari timoho yogyakarta. Event Jambore varietas hortikultura bertema hortikultura nusantara Sebagai gaya hidup sehat ini diadakan pada 2 hingga 8 oktober 2013.
Inti dari kegiatan ini adalah mengajak dan mengedukasi masyarakat untuk meningkatkan konsumsi buah dan sayur dari  Indonesia. Kegiatan ini diikutioleh Dinas Pertanian dari provinsi, kabupaten, dan kota se-Indonesia,menampilkan 180 stan dengan 169 varietas unggulan hortikultura. Sedang 11 lainnya merupakan bursa tanaman dan produk pendukung hortikultura.

Menteri Pertanian Suswono saat pembukaan acara ini mengatakan, kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan, yang tujuannya menarik keinginan berinvestasi. Dengan event ini diharapkan masyarakat dapat berperan dan mendukung peningkatan pendapatan per kapita. Selain mengurangi konsumsi karbohidrat dengan meningkatkan hortikultura, sayur-sayuran, buah-buahan dan florikultur untuk menjadi gaya hidup.

Event ini menjadi peluang pasar yang semakin terbuka terutama di domestik. Untuk importasi kami membuka diri khususnya hortikultura  yang tidak bisa dihasilkan di Indonesia.  Dan yang datang adalah buah dan sayur yang sehat, bukan yang asal murah,” terang Suswono.

Suswono mengatakan, jika produk hortikultura nasional kualitasnya jauh lebih baik daripada impor, yang selama ini prosentase buah impor tidak lebih dari 10 persen dibanding buah lokal.

Namun yang terlihat justru seolah-olah buah impor membanjiri pasaran karena buah itu tersedia di pasar modern, sementara buah lokal sangat banyak di pasar-pasar tradisional. “Mengingat potensi ini sangat besar, layak menjadi industri yang bisa dikembangkan bersama,” papar Suswono.

Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, kebijakan pengaturan atau pembatasan impor hortikultura seperti buah dan sayur harus dibarengi dengan langkah nyata di lapangan, karena jika tidak, akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat. “Untuk meningkatkan produksi hortikultura, Yogyakarta banyak memiliki tenaga ahli pertanian, sehingga bisa membantu perkembangan hortikultura di Yogyakarta,” terang Sultan.

Sultan juga menambahkan, pemerintah perlu segera mewujudkan pembiayaan bagi petani hortikultura, dan skema pembayaran bagi pelaku usaha retail dan supermarket kepada para petani secara cepat. Dengan itu, menurut Sultan, agar petani bisa menghasilkan produksi yang maksimal. “Dengan begitu petani bisa bekerja maksimal untuk mengelola lahannya, dan kesejahteraannya bisa meningkat,” terang Sultan.

Sementara itu Dirjen Hortikultura  Kementerian Pertanian Hasanuddin  Ibrahim selaku ketua penyelenggara berharap hortikultura Indonesia dapat berperan mendukung terwujudnya sasaran Indonesia sehat 2020. Sesuai dari pameran ini yaitu “Hortikultura Nusantara sebagai Gaya Hidup Sehat” atau “Indonesian Horticulture, A Healthy Lifestyle” ujar Ibrahim.


Tema ini mengajak masyarakat untuk mengenal, memahami, meningkatkan investasi dan konsumsi buah, sayur, produk biofarmaka dan aneka florikultura yang saat ini masih di bawah tingkat konsumsi rata-rata masyarakat dunia. Dengan event ini Ibrahim berharap akan segera terwujud masyarakat yang lebih sehat dan sejahtera. Bimo

Jumat, 08 November 2013

Indonesia Potensial Kembangkan nanoteknologi

foto:lst
Aplikasi nanoteknologi memberikan nilai tambah yang Signifikan di bidang industri pertanian (agroindustri). Nanoteknologi mampu meningkatan produktivitas Pertanian melalui nanoporous, nanonutrisi, slowreleased, Nanoenkapsulasi, nanokomposit, nanoemulsi  untuk packaging antibakteri, da n makanan suplemen.


Indonesia menjadi salah satu negara berkembang yang memiliki peranan penting dalam pengembangan sains nanoteknologi. Di mana, negara ini memiliki banyak potensi untuk pengaplikasian teknologi nano,” papar Director and Executive Head Center for Science & Technology of the Non-Aligned and Other Developing Countries (NAM S&T Centre) dari India, Prof. Dr. Arun P. Kulshreshtha dalam sambutannya di pembukaan International Workshop on Nanotechnology (IWON) 2013, di  Gedung DRN, Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan.

Untuk meneliti nanoteknologi tidaklah murah. Oleh karena itu, kata
Arub, India pun siap menyokong dana dukungan agar bersama-sama mengembangkan teknologi Masa depan ini.

Pakar Eropa menyatakan, bahwa potensi pengembangan nanoteknologi
akan mempercepat produk industri.  Diperkirakan selama 2010 –2020, akan ada percepatan luar biasa aplikasi nanoteknologi di bidang industri tersebut. Berbagai aplikasi nanoteknologi pada produk telah diterapkan, di antaranya pada elektronik, kosmetik medis, farmasi, industri makanan, tekstil, keramik, dan lainnya.

Melihat kondisi tersebut, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bersama Kementerian Riset dan Teknologi (Ristek) serta Masyarakat Nano Indonesia (MNI) beserta pihak terkait berupaya mengembangkan nanoteknologi dengan negara-negara berkembang lainnya.

Perkembangan teknologi telah memainkan peran penting dalam meningkatkan daya saing industri di tingkat global. Salah satu Teknologi tersebut adalah nanoteknologi.

Belakangan ini, perkembangan Teknologi tersebut terbilang cepat. Sebagai contoh, pengembangan nanoteknologi dalam dunia komputer telah mengubah ukuran komputer menjadi lebih kompak, serta kemampuan dan kapasitas menjadi lebih baik, sehingga memungkinkan jutaan resolusi program diproses dalam waktu singkat.

Banyak produk nano tekstil, keramik  nano, nano coating, nano film, obatobatan nano Dan lainnya Telah merambah ke berbagai Lapisan masyarakat saat ini. Untuk itu, nanoteknologi telah menjadi hal menarik sebagai bisnis baru.

Kepala LIPI, Prof. Dr. Lukman Hakim mengatakan, nanoteknologi adalah rekayasa dari atom dan molekul menggunakan cara-cara tertentu untuk membangun suatu objek dengan sifat tertentu sesuai yang diinginkan. Teknologi ini dalam skala nanometer atau sepersemiliar meter. “Dengan ukuran nano, maka sifat dan fungsi zat mampu diubah sesuai keinginan dan menjadi lebih berharga,” tandasnya.

Lukman menegaskan, bahwa LIPI secara terbuka siap bekerja sama untuk
pengembangan nanoteknologi di  Indonesia. Hal itu dimulai dari riset tingkat
dasar, terapan hingga area komersialisasi bisnis. “Berbicara komersialisasi bisnis, LIPI tahun ini telah resmi mendirikan Inkubator Teknologi di Cibinong Bogor.

Mudah-mudahan infrastruktur yang telah dibangun mampu mengoptimalkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta bisnisnya,” ungkapnya. Peneliti Nanoteknologi dari Pusat Penelitian Metalurgi LIPI yang juga Ketua MNI, Dr. Nurul Taufiqurrochman menambahkan, teknologi nano saat ini masih dalam masa pertumbuhan. Itulah sebabnya, banyak negara berkembang seperti India, Iran, Indonesia, Malaysia dan Thailand berinvestasi cukup besar dalam penelitian dan pengembangan teknologi nano.

“Sayangnya, keterlibatan dalam pengembangan nano di sejumlah negara
berkembang tersebut masih belum ber sinergi,” katanya. Oleh karena itu, LIPIbersama Kementerian Ristek, MNI Dan pihak Terkait lainnya Berupaya mensinergikan Pengembangan nanomelalui sebuah pertemuanInternational Workshop on Nanotechnology (IWON) 2013.

Negara-negara yang berpartisipasi dalam IWON 2013 ini antara lain
Afrika Selatan, Gambia, India, Irak, Iran, Kamboja, Kenya, Malawi, Mesir,
Mauritius, Myanmar, Nigeria, Nepal, Pakistan, Sri Lanka, Sudan, Tanzania,
Togo, Uganda, Venezuela, Vietnam, Zimbabwe, dan Zambia.

Acara itu bertajuk “Transferring Nano technology Concept toward
Business  Perspective”.   Dalam acara tersebut, Men  ristek, Prof. Dr. Gusti Muhammad  Hatta  meluncurkan  Buku 300 Ilmuwan Nano Indonesia. Buku ini berisi  profil ilmu wan nano Indonesia dan hasil riset yang telah berhasil dilakukan, bahkan dikomersialisasikan ke masyarakat. irsa fitri


Gita Minta AS tidak Hambat Ekspor Indonesia

Menteri perdagangan  Gita wirjawan meminta Amerika serikat  Konsisten dengan
Ketentuan world  Trade organization (wto), dan tidak  Menghambat ekspor
Sejumlah komoditas dari indonesia.

foto:lst

Dalam perdagangan, Amerika Serikat dirasakan kurang fair dalam menyikapi masuknya barang, khususnya komoditas dari  Indonesia. Padahal Indonesia telah melakukan berbagai investigasi terkait komoditas tersebut dan diperbolehkan WTO untuk masuk ke Amerika.  

“Kita patuh ikut aturan AS dengan melakukan prosedur investigasi yang dilakukan oleh pihak AS. Namun kami  berharap hal ini tidak menjadikan  hambatan bagi produk ekspor Indonesia,” ujarnya di sela pembahasan pada APEC di Bali.

Gita juga meminta pemerintah AS mempertimbangkan rencana pencabutan fasilitas Generalized System of Preference (GSP) khususnya untuk Indoensia. “Fasilitas ini perangkat penting perdagangan, dan penting bagi industri dan konsumen AS. Selain ini sebagai upaya Indonesia meningkatkan daya saing produknya di pasar AS,” jelasnya.

Total perkembangan perdagangan Indonesia-AS dalam lima tahun terakhir meningkat 9,3%. Pada tahun 2012, total perdagangan Indonesia-AS tercatat USD 26,5 miliar, sedangkan pada periode Januari-Juni 2013, mencapai USD 12,3 miliar.

 Perkembangan ekspor Indonesia ke AS meningkat 7,04 % sejak 2008
sampai dengan 2012. Pada tahun 2012, ekspor Indonesia ke AS mencapai USD 14,9 miliar dan untuk periode JanuariJuni tercatat USD 7,74 miliar. Adapun impor Indonesia dari
AS Meningkat 12,7% Dalam lima tahun terakhir.

Sementara itu, impor Indonesia dari AS pada tahun 2012 Mencapai USD 11,6 miliar, sedangkan periode Januari-Juni  2013 sebesar USD 4,6 miliar. Jika dilihat, perdagangan Amerika  ke Indonesia lebih banyak lewat importasi.  Sedangkan sebaliknya perdaganga Indonesia ke Amerika kecil, karena sering dihambat dan dipersulit dengan aturan yang terkadang tidak fair.

Seperti diketahui, ada beberapa produk asal Indonesia yang dihambat dan dipersulit oleh Amerika. Misalnya  kasus dumping and countervailing duty (CVD) atas produk Monosodium Glutamate (MSG) sebagai hambatan ekspor ke AS.

Begitu juga dengan peraturan larangan Clove Cigarette ke pasar Amerika.  Saat pertemuan APEC itulah Gita Wirjawan bertemu dengan United States Trade Representative (USTR) Michael Froman, untuk membahas hambatan perdagangan Indonesia dan Amerika Serikat.

Mendag menyampaikan dua permintaan kepada Amerika, pertama Amerika Serikat segera melaksanakan keputusan  Badan Penyelesaian Sengketa World Trade Organization (WTO) terkait dengan peraturan larangan clove cigarette di pasar AS. Mendag juga meminta pihak  United States Department of Commerce (US-DOC) dan United States International Trade Commission (USITC) konsisten dengan Ketentuan WTO dalam Penyelesaian kasus Scope Ruling atas Produk Oil Country Tubular Goods (OCTG) Asal Indonesia.

“Proses pembuatan OCTG di Indonesia telah melalui proses heat treatment yang signifikan, serta sejalan dengan keputusan akhir United States Customs Border Protection (CBP), dimana mereka juga telah mengakui heat treatment yang dilakukan oleh perusahaan Indonesia. Jadi tidak ada alasan untuk meragukan keaslian produk OCTG asal Indonesia,” jelasnya.  Dian Yuniarni


Produksi kedelai Jauh dari Target

Kementerian pertanian (kementan) Menargetkan tahun 2013 produksi kedelai Mencapai 1,5 juta ton. Ini sulit tercapai Lantaran keterlambatan penyediaan benih Kedelai dan tidak adanya bantuan permodalan Untuk petani kedelai. 
foto:lst
Badan Pusat statistik (BPS) mencatat produksi kedelai pada tahun 2013 (ARAM I) diperkirakan 847,16 ribu ton biji kering atau mengalami  peningkatan sebesar 4,00 ribu ton (0,47 persen) dibandingkan tahun 2012. Peningkatan produksi tersebut diperkirakan terjadi di luar Jawa sebesar 4,85 ribu ton. Sementara di jawa produksi kedelai diperkirakan mengalami penurunan sebesar 0,84 ribu ton.


Peningkatan produksi kedelai diperkirakan terjadi karena kenaikan
luas panen 0,69% atau seluas 3,94 ribu hektar (ha). Produktivitas diperkirakan
mengalami penurunan 0,20% sebesar 0,03 kuintal/hektar (0,20 persen).

Sementara produksi kedelai pada tahun 2012 (ATAP) sebesar 843,15 ribu ton
biji kering atau mengalami penurunan sebesar 8,13 ribu ton (0,96 persen) dibandingkan tahun 2011.

Kata Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan, untuk mencapai target swasembada kedelai tahun 2014 masih mempunyai kendala.  Masalah yang dihadapi adalah keterlambatan distribusi subsidi benih belum bisa tepat waktu pada musim tanam untuk memenuhi kebutuhan petani. Ini yang harus segera direalisasikan agar waktu tanam kedelai tidak tergganggu.

Petani membutuhkan benih kedelai unggul. Ini sesuai dengan target  Kementerian Pertanian, produksi kedelai sebesar 1,5 juta ton di tahun ini. Target ini lebih tinggi dibandingkan tahun lalu sekitar 850.000 ton.  “Minimal produksi kedelai tahun ini bisa mencapai 1 juta  ton. Itu sudah baik, karena ada prioritas  tahun ini produksi bisa naik,” ujar Rusman.

Rusman pesimis karena realisasi produksi kedelai lokal hingga semester I 2013 baru mencapai 500.000 ton atau 33% dari target. Dia menambahkan, adanya anomali cuaca mempengaruhi musim tanam. Kedelai adalah salah satu tanaman yang sensitif terhadap perubahan iklim. “Ketika mau menanam kedelai, ada hujan. Kedelai itu sensitive. Kalau tanam bijinya pada waktu hujan itu busuk tanaman kedelainya. Akhirnya menunggu sampai musim kering.”

Sementra itu, Direktur Aneka Kacang-kacangan dan Umbi-umbian
Kementan Maman Suherman mengatakan,untuk pertanaman kedelai sekitar 600.000 ha dan stimulus yang dilakukan oleh Kementan melalui  Sekolah Lapang Pertanian Tanaman Terpadu (SLPTT) sekitar 455.000 ha.

Lahan  kedelai yang sudah ada 600.00 ha ditingkatkan produktivitasnya dari 1,4 ton per ha menjadi 1,7 ton per ha.Selain itu, melakukan perluasan areal tanam 228.000 ha dengan memberi bantuan sarana produksi secara lengkap dari benih, pupuk dan pestisida. Adanya stimulus dan regulasi Harga Pembelian Pemerintah (HPP)  kedelai ditargetkan tahun 2013 dihasilkan 1,5 juta ton. Sementara itu permintaaan kedelai berkisar 2,5 juta ton. Target swasembada kedelai tahun 2014 mencapai 2,7 juta ton.

Tahun ini potensi lahan ada di Aceh, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTB, Sulawesi Selatan dan Riau. Berdasarkan perhitungan Maman, luas lahan kedelai tahun lalu mencapai 600.000 hektar(ha) dan tahun ini direncanakan ada tambahan lahan sekitar 228.000 ha. Lantas ada 190.000 ha milik petani swadaya dengan produktivitas sebesar 1,6 ton per ha. Tahun ini target luas tanam 1 juta ha dengan rata-rata produktivitas 1,5 ton per ha.

Ada faktor harga yang menarik, motivasi petani meningkat untuk menanam kedelai. “Petani mulai bergairah menaman kedelai karena adanya penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) sebesar Rp 7.000 per kilogram,” ujar Maman. 

Menurutnya, tahun depan harus ada tambahan lahan seluas 600.000 ha,
jadi luas lahan kedelai nasioanal menjadi 1,6 juta ha. Pemerintah berencana menambah areal kedelai mencapai 340.000 ha. Sisanya tambahan lahan kedelai pada petani swadaya 260.000 ha. Potensi ada sekitar 460.000 ha dan paling besar ada di wilayah Aceh.

“Kedelai akan dikembangkan di 20 propinsi yakni Aceh, Sumatera Utara,
Jambi, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan, Papua Barat dan Papua.

Faktor kunci untuk mencapai swsembada kedelai adalah penambahan
areal. Luas lahan 1,6 juta ha dengan rata-rata produktivitas 1,7 ton per ha, Maka diperoleh produksi mencapai 2,7 juta ton.

Perum Bulog bisa berperan sebagai stabilisasi harga kedelai di tingkat petani. Agar ketika petani kedelai panen harga kedelai tidak jatuh. Selain itu, harga kedelai di kalangan industri tahu tempe dapat stabil sekitar Rp 8.000 per kilogram. Regulasi Bulog tujuanya agar harga kedelai petani sekitar Rp 7.000 per kilogram. impor kedelai 90 persen dari Amerika Serikat dan sisanya Argentina.

Maman mengatakan, produktivitas kedelai juga bisa meningkat dari 1,5
ton per ha menjadi 1,7 ton per ha. Maka dari hasil perhitungan tahun 2014
produksi kedelai mencapai 2,7 juta ton. “Kami tetap optimis swasembada kedelai dapat terwujud,” pungkas Maman Winarno Tohir Ketua Umum Kelompok Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) mengatakan, adanya HPP kedelai petani mulai bergairah penanam kedelai. Hanya saja masih lambat lantaran petani habis masa panen gadu. Ketika ingin menanam kedelai benihnya tidak ada. “Subsidi benih kedelai dari Kementan itu terlambat, ini juga terjadi pada padi, tebu dan jagung. Imbasnya petani tidak dapat menanam,” tukasnya.

Selain itu, katanya, dalam mengembangkan kedelai harus diiringi dengan bantuan permodalan, pupuk dan pengolahan tanah. Namun yang penting benih, karena diperkirakan tahun depan petani akan banyak menanam kedelai. Sekarang tinggal kesiapan Perum Bulog untuk menampung kedelai petani, walaupun tidak banyak. Tahun ini produksi kedelai diperkirakan mencapai 800.000 ton dan tahun 2014  berkisar 1,1 juta.

Menurutnya, sekarang sudah ada benih unggul kedelai yang dapat menghasilkan 1,5 ton per ha, karena biasanya maksimal produktivitas mencapai 1 ton per ha. Benih unggul juga menghasilkan kedelai yang berukuran besar. Petani berharap para pengrajin tahu tempe juga mau membeli kedelai lokal. Dahulu ada persaingan antara kedelai lokal dan impor karena kedelai impor lebih besar ukurannya, akibatnya pengrajin lebih suka kedelai impor. “Ini sudah terjadi puluhan tahun lalu,” ujarnya.

Sementara kebutuhan kedelai dalam negeri mencapai 2,5 juta ton. Kemampuan produksi sebesar 800.000 ton dan sisanya sebanyak 1,6 juta ton impor. Lantas naiknya nilai tukar rupiah terhadap mata uang dollar ini membawa berkah kepada petani kedelai.“Untuk mencapai target swasembada kedelai tahun 2014 itu sulit. Apalagi petani menanam kedelai merupakan alternatif ketiga setelah padi dan jagung,” tandasnya.

Winarno menegaskan, ada program penambahan luas areal kedelai serta peningkatan produktivitas oleh Kementan itu hanya sebatas pernyataan. Sulit bagi petani untuk meningkatkan produktivitas karena mereka bukan mesin. Ini sulit diapliksikan di lapangan karena petani tidak dibantu permodalan dan benih. “Swasembada kedelai tidak akan tercapai,” ujarnya. beledug bantolo


Rabu, 06 November 2013

Ing Benny Soetrisno: “Industri Padat Karya Perlu Insentif“

Barang impor membanjir di Indonesia. Tidak hanya barang yang dibutuhkan saja yang diimpor, barang yang bisa diproduksi dalam negeri pun diimpor. Akibat itu, impor tidak hanya membebani negara, tetapi sekaligus juga mematikan produksi dalam negeri.

Pemerintah memang telah memberi insentif bagi hilirisasi industri agro berupa harga dan ketersediaan bahan baku dalam negeri yang lebih kompetitif. Namun itu perlu insentif lain berupa akses ke lembaga keuangan dengan bunga yang lebih kompetitif dibanding sektor lain. Sebab industri agro menciptakan lapangan kerja yang banyak.

Seperti apakah kebijakan pemerintah dalam menunjang sector ekspor yang kini dikalahkan impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri? Dan harusnya bagaimana kebijakan itu diambil untuk memacu ekspor serta mengurangi impor yang terkesan tidak terkendali sekarang ini? Irsa Fitri dan Yosi Winosa dari Agrofarm menemui DR. Ing Benny Soetrisno, Ketua Umum Gabungan Perusahan Ekspor Indonesia (GPEI) untuk membicarakan soal itu. Inilah lengkapnya.


Bagaimana prospek industry berbasisi agro di Indonesia?
Prospek agro IndustrI sangat cerah karena memang pada dasarnya Indonesia dianugerahi banyak pulau yang beragam hara tanahnya, maka keragaman tanaman agronya juga cukup banyak. Serta dianugerahi sinar matahari yang selalu ada sepanjang hari, maka pertumbuhan tanaman akan lebih cepat dibanding negara sub tropis. Oleh karena itu bahan baku untuk industri yang berbasis agro pun mendapatkan jaminan pasok yang cukup sepanjang tahun.


Apa tujuan pemerintah mengembangkan industri hilir agro?
Tujuan pemerintah mengembangkan industri agro agar tercipta mata rantai nilai-tambah value added chain yang memiliki potensi untuk menciptakan lapangan kerja sekaligus menjamin pasokan pasar domestic. Selain menjaga kestabilan harga bahan baku produk agronya.


Apa saja tantangan industri agro di dalam negeri dan luar negeri?
Tantangan industrI agro di dalam negeri adalah kesinambungan volume dan kualitas bahan baku yang masih perlu ditingkatkan. Itu agar utilisasi mesin terpasang pada proses pengolahan dapat terutilisasi optimal, sehingga mendapatkan biaya pengolahan yang lebih kompetitif.

Tantangan lainnya adalah ketrampilan serta etos pekerjanya perlu dilakukan pendidikan serta tersertifikasi yang standard pekerja trampil internasional. Terus, masih tingginya biaya bunga uang untuk investasi maupun modal kerja. Sedangkan kendala industrI agro di luar negeri mayoritas pasokan bahan baku baik harga maupun volume.


Seperti apa GPEI melihat komitmen pemerintah dalam mengembangkan hilirisasi produk
agro?
GPEI melihat komitmen pemerintah dalam program hilirisasi hasil pertanian -agro- yang memberikan Bea Keluar (BK) untuk ekspor bahan mentahnya, sehingga mendorong pertumbuhan kapasitas terpasang industri berbasiskan bahan baku hasil pertanian agro di dalam negeri.

Insentif yang disediakan oleh pemerintah bagi hilirisasi industry agro adalah ketersediaan dan harga bahan baku dalam negeri lebih kompetitif. Masih diperlukan insentif untuk mengembangkan industri agro adalah akses ke lembaga keuangan perbankan dan nilai bunga uang yang lebih kompetitif dibanding sektor lain ya, karena industri agro, menciptakan lapangan kerja banyak - baik pada on farm (kebun) maupun industrinya.


Apa yang diharapkan GPEI saat ini soal produk agro?
Yang dihadapi oleh GPEI adalah peningkatan mutu hasil produk agro yang terakreditisasi secara regional maupun internasional. Kebutuhan tenaga trampil yang kompeten di pertanian maupun industrinya, ketersediaan lahan untuk menambah luas tanaman agro, serta bibit yang terbaik untuk meningkatkan panen per hektarnya. Selain soal perubahaan cuaca yang anomali.

Disamping itu ada juga target lainnya dari GPEI, yakni bagaimana bisa meningkatkan nilai ekspor produk agro secara berkelanjutan. Target perluasan pasar regional adalah Asean yang harus sudah dimulai dengan perlakuan seolah pasar domestic, tidak adanya hambatan bea masuk maupun hambatan administrasi lainnya.


Seperti apa GPEI melihat impor saat  ini?
Perlunya pengurangan impor, khususnya pengurangan barang impor terhadap barang-barang yang tidak diperlukan, seperti barang-barang konsumsi, serta barang-barang modal yang telah tersedia di Indonesia. Dengan begitu pemerintah justru mendukung ekspor nasional dengan cara memberikan perlakuan khusus kepada barang dalam negeri. Ini harus
jadi prioritas.


Bagaimana dengan kinerja ekspor tahun 2013 ini, terlebih dengan melemahnya nilai rupiah terhadap dollar AS?
GPEI memperkirakan kinerja ekspor pada 2013 akan mengalami perlambatan karena kondisi perekonomian di Amerika Serikat dan Eropa masih belum stabil. Kinerja sektor industri seperti tekstil dan produk tekstil (TPT) terus menurun. Permintaan dari pasar Amerika Serikat serta Eropa salahsatu penyebabnya. Bahkan permintaan ekspor semua komoditi terus menurun.

Pada 2013 kondisi pasar masih belum bangkit dan biaya produksi akan mengalami kenaikan. Kan tahun depan, sektor industri dalam negeri dihadapkan pada kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) sebesar 15%, kenaikan harga gas dan UMP (upah minimum provinsi). Sedangkan permintaan pasar semakin menurun. Hal ini sangat memberatkan pelaku industri.

Saya beharap pemerintah memberikan insentif dan kebijakan kepada industri padat karya. Industri jenis ini terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) jika ekonomi bergolak

dan tidak sesuai instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menginginkan tidak adanya PHK. Seperti pengusaha ekspor dibebani oleh Bank Indonesia (BI) devisa hasil ekspor yang terasa lebih memberatkan dibandingkan importir. Apalagi ada impor yang menyelundup. Kirim uang ke luar enggak ada beban administrasi. Sementara kalau kita ekspor, di mana ada uang masuk itu beban administrasinya malah lebih berat. Sudah saatnya pemerintah mulai memberikan insentif dari yang tidak berupa uang tetapi dukungan dan support.

Kemenperin Raih Penghargaan e-Government & Laporan Keuangan Terbaik

Foto: Dok. Kemenperin

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memperoleh penghargaan sebagai Kementerian Terbaik dalam Pemeringkatan e-Government Indonesia (PeGI) tingkat Kementerian tahun 2012. Penghargaan itu diserahkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring kepada Wakil Menteri Perindustrian Alex W. Retraubun mewakili Menteri Perindustrian di Jakarta (Senin, 16/9/2013).

PeGI merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh Direktorat e-Government, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk melihat peta kondisi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di tingkat kementerian. Secara umum, dari hasil penilaian, Kemenperin memiliki keunggulan dalam implementasi aplikasi layanan teknologi informasi yang terintegrasi sehingga tidak ada isu terkait interoperabilitas antar direktorat jenderal.

“Kementerian Perindustrian terus berupaya agar pemanfaatan teknologi informasi semakin meningkat sehingga kualitas pelayanan kepada masyarakat, pelaku bisnis, dan stakeholder menjadi semakin baik,” kata Alex Dalam melaksanakan pengembangan e-Government Kemenperin berpedoman pada Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-Government, serta Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Pelaksanaan PeGI kali ini, diikuti sebanyak 29 dari 33 kementerian. Berdasarkan kategori penilaian terhadap 29 kementerian tersebut, 41,38% kementerian berada pada kategori Baik, 55,17% kementerian berada pada kategori Kurang dan sebanyak 3,45% kementerian berada pada kategori Sangat Kurang. Pemberian peringkat kepada para peserta dilakukan tiap dimensi, dan secara keseluruhan adalah sebagai berikut: 3,60-4,00: Sangat Baik; 2,60-3,60: Baik; 1,60-2,60: Kurang; dan 1,00-1,60: Sangat Kurang. Berdasarkan hasil assessment, layanan eksternal yang menjadi unggulan Kemenperin adalah e-licensing.
           
Selanjutnya, Kemenperin telah memiliki sistem andalan penyajian informasi daftar produk dengan tingkat produk dalam negerinya. Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) dinilai telah berjalan baik dan adanya dukungan jaringan Internet untuk sistem administrasi internal. Dari segi layanan ke masyarakat, Kemenperin sudah memiliki standar waktu layanan yang cukup baik, system aplikasi untuk dukungan administrasi dan manajemen umum cukup memadai, termasuk dengan dukungan pembangunan. Selain itu, Kemeperin telah memiliki system e-monitoring, salah satunya sistem informasi kepegawaian (Simpeg) yang menjadi keunggulan utama.

Selain itu Kemenperin juga meraih penghargaan dari Kementerian Keuangan atas keberhasilannya menyusun dan menyajikan Laporan Keuangan Tahun 2012 dengan Capaian Standar Tertinggi dalam Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah. Penghargaan tersebut diserahkan oleh Wakil Presiden Boediono kepada Wakil Menteri Perindustrian Alex SW Retraubun di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan (Kamis,12/9/2013).

Alex mengatakan, Kemenperin telah lima kali menerima penghargaan yang sama sejak tahun 2008 atas dasar prestasi mampu mempertahankan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Keberhasilan tersebut sebagai wujud komitmen yang kuat dari jajaran pimpinan, didukung SDM berkualitas dan sistem manajemen keuangan yang semakin baik serta penjaminan mutu (quality assurance) yang dilakukan pengawas internal.


“Kami akan terus berupaya untuk mempertahankannya, karena penghargaan ini dapat memotivasi jajaran Kemenperin dalam menyusun laporan keuangan sesuai kaidah-kaidah akuntansi yang dipersyaratkan. Disamping itu, penghargaan ini juga menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan tata kelola anggaran, Kemenperin telah mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku,” pungkas Alex. owmp

GPEI Itu Lokomotif Pertumbuhan

Foto - foto: Dok. GPEI

Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia merupakan organisasi profesi yang bergerak di bidang ekspor. Sedang kegiatan ekspor adalah salah satu lokomotif yang menjalankan pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah. 

Semangat itu yang melatari dibentukya Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) atau Indonesian Exporters Association yang didirikan dan ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan RI No.784/M tanggal 21 Pebruari 1961 tertanda Bapak Arifin Harapah, dengan nama Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia Sementara (GPEIS). Namun, tanggal 29 Nopember 1966 namanya berubah dari GPEIS menjadi GPEI dengan Surat Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 167/SK/XI/66 tanggal 29 Nopember 1966 tertanda Bapak D. Ashari.

Sesuai dengan misi dan visinya, GPEI memiliki tujuan yang jelas, yakni menjadikan ekspor Indonesia sebagai bagian penting dalam perekonomian nasional Indonesia serta meningkatkan devisa negara.

“GPEI juga befungsi melayani anggotanya dalam kegiatan ekspor sehingga menjadikan kegiatannya terlaksana dengan baik dan bermanfaat bagi bangsa dan negara Indonesia,” jawab Dr. Ing Benny Soetrisno Ketua Umum GPEI pada Agrofarm.

Dalam mengimplementasikan fungsi dan tujuannya, kata Benny, aktivitas GPEI secara rutin adalah melakukan konsultasi berkesinambungan. Secara vertical, GPEI berkonsultasi dengan pihakpihak penentu kebijakan dalam hal ini pemerintah. Meliputi Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perhubungan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Komite Ombudsman, Komisi Pengawas Persaingan Usaha, dan DPR.

Secara horizontal, GPEI juga melakukan koordinasi dengan para anggotanya, dimana anggota GPEI adalah perusahaan dan asosiasi yang bergerak di industri manufaktur nasional, termasuk KADIN dan APINDO.

Selain para stakeholder eksportir nasional lainnya dalam usaha merespon segala permasalahan dan hambatan yang timbul dalam rangka pelaksanaan ekspor. Lebih jauh Benny menjelaskan, saat ini GPEI tengah berupaya meningkatkan daya saing produk industri manufaktur nasional, yaitu mengatasi permasalahan dan hambatan yang berkaitan dengan produksi.


Dalam hal ini menyangkut harga dan suplai energi (listrik, bahan bakar minyak, batubara, gas) untuk industry manufaktur nasional, ketenaga-kerjaan, terutama sistem pengupahan pada industri padat karya nasional. Untuk distribusi, yaitu transportasi laut, darat dan udara terkait dengan tariff pengangkutannya, dan infrastruktur pelabuhan khususnya pada produktivitas dan biaya-biayanya. irsa fitri