Adhi
S. lukman, foto: Bimo
|
PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN MASIH TERGANTUNG DENGAN BAHAN BAKU IMPOR. BAHKAN HAMPIR 70 PERSEN SEMUANYA MASIH DIIMPOR. HAL INI DISEBABKAN OLEH MINIMNYA PRODUKSI DAN PASOKAN BAHAN BAKU LOKAL.
Menurut Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman
Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman,
impor bahan baku tidak menjadi masalah asalkan produk lanjutannya diproses di
Indonesia sehingga value added-nya
bisa berada di Indonesia.
“Seperti gandum kan
tidak bisa ditanam di Indonesia. Tetapi produk lanjutannya seper ti roti, kue
bisa diproses disini sehingga value addednya bisa dinikmati,”jelas Adhi pada Agrofarm di Jakarta.
Menurut Adhi, bahan baku yang masih tersedia di dalam
negeri, para pelaku industri makanan dan
minuman diminta untuk menggunakan bahan baku
lokal.
Adhi memperkirakan
impor makanan dan minuman (mamin) yang mayoritas berupa bahan baku hingga akhir
tahun ini bisa mencapai USD 7 miliar atau sekitar Rp 66 triliun, karena minimnya
pasokan dari dalam negeri. “Impor bahan baku pada tahun ini menyentuh USD 7 miliar, naik 16,6% dibandingkan
realisasi tahun lalu sebesar USD 6 miliar. Minimnya pasokan bahan baku seperti
gandum, membuat produsen harus mengimpor dari negara lain,” jawab Adhi.
Adhi berharap
pemerintah fokus di sektor hulu apabila tidak ingin impor terus meningkat.
“Bahan baku produsen
makanan dan minuman nasional saat ini sekitar 70% di antaranya masih diimpor. Tingginya
impor bahan baku itu bisa mempengaruhi harga jual produk makanan dan minuman
olahan di pasar domestik,” jelasnya.
Adhi juga
menjelaskan, kalau saat ini mendorong produsen terus mengembangkan inovasi guna
meningkatkan daya saing dan menekan impor barang konsumsi termasuk makanan dan
minuman. Bahkan, dilihat dari sisi produsen tentu pihaknya harus meningkatkan
inovasi produk. Dan ini harus dilakukan terus karena tanpa inovasi industri ini
akan berhenti.
Produsen, kata Adhi,
harus mampu memanfaatkan sumber
daya yang ada di dalam negeri dengan mengemas dan memprosesnya menjadi
produk yang unik dan tidak pasaran.
Diferensiasi inovasi,
menurut Adhi, penting untuk mendorong daya saing di tengah gencarnya impor.
Produsen perlu mewaspadai dan menyiasati persaingan itu dengan terus berinovasi
dalam pengembangan produk. Selain itu, produsen juga perlu melakukan efisiensi
guna meningkatkan daya saing produk yang menurun akibat beban biaya produksi.
hilirisasi Industri
Direktur Jenderal
(Dirjen) Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto, MM mengakui tingginya impor bahan baku untuk industri
agro. Panggah, melihat pertumbuhan
industri mamin terus meningkat, dan ini tentu mengakibatkan peningkatan impor
bahan baku.
Untuk mengurangi impor bahan baku,
menurut mantan Dirjen BIM ini, perlu peningkatan program hilirisasi sektor
industri nasional. Pasalnya, pangsa pasar produk berbasis agro cukup besar, dan ini mendorong tumbuhnya
permintaan bahan tambahan pangan.
Panggah menjelaskan,
saat ini Kementerian Perindustrian tengah menggenjot ekspor, terkait dengan pelemahan rupiah terhadap
dollar Amerika. Hambatan-hambatan dalam ekspor ini tengah
dibahas, seperti masalah sertifikasi.
Karena negaranegara lain sudah melakukan sertifikasi untuk mengamankan produk lokalnya.
“Dengan sertifikasi,
diharapkan kita bisa mengurangi impor. Dan di tengah kondisi rupiah saat ini
industri sedang berusaha mengurangi defisit neraca perdagangan dengan
mengurangi impor. Dan dalam pertemuan dengan kalangan pengusaha ekspor kemarin pemerintah
mendorong industri melakukan ekspor untuk produk-produk terbaik,”papar Panggah
pada Agrofarm di Jakarta.
Peluang ekspor ini,
kata Panggah masih sangat besar, karena dengan membaiknya perekonomian Amerika,
dan Eropa. irsa fitri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar