Kamis, 31 Oktober 2013

Tembakau Pun Impor

 Ir.Enny Ratnaningtyas, MS,
Direktur Minuman dan Tembakau Direktorat Industri Agro



                                                                                  foto: lst
Ketergantungan  bahan Baku impor masih Cukup besar di  industri agro.  Kondisi  Ini tak lepas dari bahan Baku lokal yang Tidak tersedia Secara berkesinambungan.  Seperti bahan industri Baku untuk Minunam ringan dan susu. Bahkan industri  Rokok Juga  impor tembakau, khususnya Tembakau virginia. Impor ini tentu menjadi  Keprihatinan semua pihak. Sementara yang Namanya industri tidak bisa berhenti Berproduksi.
"Saya  akui industri, khususnya di agro, bahan baku minuman sari buah, susu, impornya cukup tinggi. Susu kita impor hampir 75  persen dari total kebutuhan industri yang  ada saat ini. Apalagi populasi sapi perah saat ini tinggal 20 persen, karena melonjaknya harga daging, peternak lebih untung jual daging daripada susu. Yang sangat saya sayangkan, sapi-sapi bunting kecil  disembelih, dan ini kan
dilarang di undang-undang Peternak,” ujar Enny Ratnaningtyas, Direktur Minuman dan Tembakau Kemenperin menjawab Agrofarm, di  Jakarta. 

Begitu juga pure untuk minuman ringan sari buah juga masih impor. Ini semua, kata Enny, karena bahan baku yang ada di lokal tidak mampu mencukupi kebutuhan industri. “Yang namanya agro tentu menggunakan Sumber Daya Alam (SDA). Ini  menjadi tantangan tersendiri bagi industri untuk dapat memenuhi kebutuhan bahan baku. Disamping itu anomali cuaca juga mempengaruhi ketersediaan bahan baku. Bahan baku tidak ada yang continue. Yang menjadi pertanyaan, mengapa harga impor lebih murah dari harga local,” katanya.

Khusus untuk industri minuman ringan yang menjual sari buah, saat  ini dalam kondisi kesulitan bahan baku. Ini terkait dengan adanya larangan impor hortikultura. Impor hortikultura tidak sebebas dulu. Sekarang melalui rekomendasi Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, dan terakhir di Kementerian Pedagangan. Sementara pure lokal speknya tidak bisa memenuhi kebutuhan industri. 

Bagi industri minuman sari buah skala besar tidak begitu kesulitan, karena untuk memenuhi kebutuhan pure-nya, industri besar bisa mendapatkannya dari importir terdaftar. “Yang menjadi masalah di industri menengah. Tentu  menjadi masalah karena mereka membeli secara on the spot,”tandas Enny.

Meski demikian, kata Enny melemahnya rupiah terhadap dollar, berdampak pada efisiensi. Kini industri minuman sari buah yang besar  melirik bahan baku lokal.

Dalam pertemuan cluster buah  beberapa waktu lalu industri besar meminta penghasil pure lokal bergerak membuat, dan pure-nya sudah sesuai dengan spek yang dibutuhkan. Dalam pertemuan cluster buah itu, penghasil pure lokal dibimbing untuk memproduksi pengolahan buah yang baik. “Mudahmudahan ini bisa berjalan sehingga industri minuman
buah mau memakai pure lokal,” kata Enny lagi.

Begitu juga dengan kopi instan. Melemahnya rupiah terhadap dollar, sedikit banyak menguntungkan produsen kopi instan lokal. Kata Enny, di Indonesia banyak juga produsen kopi instan lokal.  Dengan naiknya dollar, membuat industri kopi instan  yang biasa impor kopi instan mau tak mau menggunakan kopi instan lokal.

“Naiknya dollar ini tentu  ada industri berbasis agro  yang diuntungkan. Dan ada juga yang sedikit merugi. Yang namanya agro tentu menghasilkan produk pangan, tentu tidak mudah untuk menaikkan harga di pasar. Ada ketakutan konsumennya akan lari ke produk lain yang sejenis,” imbuh Enny.

Enny berharap dengan kondisi rupiah yang melemah, ekspor bisa digenjot. Namun, untuk menunju eskpor, banyak industri kesulitan. Pasalnya banyak aturan-aturan  kepabeanan yang ada saat ini menghambat ekspor. Untuk itu  perlu diatur secara ulang agar industri mampu membawa produk yang dihasilkan ke pasar ekspor. “Keadaan rupiah yang melemah, menjadikan beban industri semakin berat, apalagi dengan kenaikan UMP”. Enny juga mengakui,  produkpoduk jadi berbasis Pangan banyak Juga yang diimpor. Seperti produk susu, Seperti susu untuk kebutuhan Bayi khusus, susu  khusus untuk orang tua, dan minuman kaleng impor.

“Produk susu jadi ini, sengaja tidak Diolah di dalam negeri, karena pasarnya khusus. Jika diolah disini  menjadi tidak efisien. Makanya, untuk produk-produk Complementer ini, Masuk lewat
Rekomendasi impor,” ujar Enny.

Enny juga menghimbau agar impor produk-produk complementer dikurangi. Jika bahan baku lokal  mampu membuat produk seperti  itu, kenapa tidak dibuat saja dengan menggunakan bahan baku lokal. Sebab dengan mengurangi impor produk jadi, sedikit  banyak akan mengurangi  defisit neraca perdagangan.

Menurut data Kementerian Perindustriam, untuk bahan baku susu Indonesia impor  75 persen dari kebutuhan  susu  nasional yang mencapai 9 juta  ton. Susu lokal hanya  menghasilkan susu 690 ribu ton, dan menghasilkan sepertiga dari kebutuhan susu nasional.

Untuk tembakau virginia produksi Indonesia khususnya di wilayah NTB menghasilkan tembakau sekitar 50 ribuan ton. Sedang kebutuhan industri rokok 110-120 ribu ton.  irsa fitri


Tidak ada komentar:

Posting Komentar