Ir.Enny Ratnaningtyas, MS,
Direktur Minuman dan Tembakau Direktorat Industri Agro
foto: lst |
"Saya akui industri, khususnya di agro,
bahan baku minuman sari buah, susu, impornya
cukup tinggi. Susu kita impor hampir 75
persen dari total kebutuhan industri yang ada saat ini. Apalagi populasi sapi perah
saat ini tinggal 20 persen, karena melonjaknya
harga daging, peternak lebih untung jual daging
daripada susu. Yang sangat saya sayangkan, sapi-sapi bunting kecil
disembelih, dan ini kan
dilarang di undang-undang Peternak,”
ujar Enny Ratnaningtyas, Direktur Minuman dan Tembakau Kemenperin menjawab Agrofarm,
di Jakarta.
Begitu juga pure
untuk minuman ringan sari buah juga masih impor. Ini semua, kata Enny, karena
bahan baku yang ada di lokal tidak mampu mencukupi kebutuhan industri. “Yang
namanya agro tentu menggunakan Sumber Daya Alam (SDA). Ini menjadi tantangan tersendiri bagi industri
untuk dapat memenuhi kebutuhan bahan baku. Disamping itu anomali cuaca juga mempengaruhi
ketersediaan bahan baku. Bahan baku tidak ada yang continue. Yang menjadi
pertanyaan, mengapa harga impor lebih murah dari harga local,” katanya.
Khusus untuk industri
minuman ringan yang menjual sari buah, saat ini dalam kondisi kesulitan bahan baku. Ini
terkait dengan adanya larangan impor hortikultura. Impor hortikultura tidak
sebebas dulu. Sekarang melalui rekomendasi Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian,
dan terakhir di Kementerian Pedagangan. Sementara pure lokal speknya
tidak bisa memenuhi kebutuhan industri.
Bagi industri minuman
sari buah skala besar tidak begitu kesulitan, karena untuk memenuhi kebutuhan pure-nya,
industri besar bisa mendapatkannya dari importir terdaftar. “Yang menjadi
masalah di industri menengah. Tentu
menjadi masalah karena mereka membeli secara on the spot,”tandas
Enny.
Meski demikian, kata
Enny melemahnya rupiah terhadap dollar, berdampak pada efisiensi. Kini industri
minuman sari buah yang besar melirik bahan
baku lokal.
Dalam pertemuan cluster
buah beberapa waktu lalu
industri besar meminta penghasil pure
lokal bergerak membuat, dan pure-nya sudah
sesuai dengan spek yang dibutuhkan. Dalam pertemuan cluster buah itu,
penghasil pure lokal dibimbing untuk memproduksi pengolahan buah yang baik. “Mudahmudahan ini bisa berjalan sehingga
industri minuman
buah mau memakai pure lokal,” kata
Enny lagi.
Begitu juga dengan
kopi instan. Melemahnya rupiah terhadap dollar, sedikit banyak menguntungkan produsen
kopi instan lokal. Kata Enny, di Indonesia banyak juga produsen kopi instan
lokal. Dengan naiknya dollar, membuat
industri kopi instan yang biasa impor
kopi instan mau tak mau menggunakan kopi instan lokal.
“Naiknya dollar ini
tentu ada industri
berbasis agro yang diuntungkan. Dan ada juga yang sedikit merugi. Yang namanya
agro tentu menghasilkan produk pangan, tentu
tidak mudah untuk menaikkan harga di pasar.
Ada ketakutan konsumennya akan lari ke produk lain yang sejenis,” imbuh Enny.
Enny berharap dengan
kondisi rupiah yang melemah, ekspor bisa digenjot. Namun, untuk menunju eskpor,
banyak industri kesulitan. Pasalnya banyak aturan-aturan kepabeanan yang ada saat ini menghambat
ekspor. Untuk itu perlu diatur secara
ulang agar industri mampu membawa produk yang dihasilkan ke pasar ekspor.
“Keadaan rupiah yang melemah, menjadikan beban industri semakin berat, apalagi dengan
kenaikan UMP”. Enny juga mengakui,
produkpoduk jadi berbasis Pangan banyak Juga yang diimpor. Seperti produk
susu, Seperti susu untuk kebutuhan Bayi khusus, susu khusus untuk orang tua, dan minuman kaleng impor.
“Produk susu jadi ini,
sengaja tidak Diolah di dalam negeri, karena pasarnya khusus. Jika diolah disini
menjadi tidak efisien. Makanya, untuk produk-produk
Complementer ini, Masuk lewat
Rekomendasi impor,” ujar Enny.
Enny juga menghimbau
agar impor produk-produk complementer dikurangi. Jika bahan baku lokal mampu membuat produk seperti itu, kenapa tidak
dibuat saja dengan menggunakan bahan baku lokal. Sebab dengan mengurangi impor
produk jadi, sedikit banyak akan
mengurangi defisit neraca perdagangan.
Menurut data
Kementerian Perindustriam, untuk bahan baku susu Indonesia impor 75 persen dari kebutuhan susu
nasional yang mencapai 9 juta
ton. Susu lokal hanya
menghasilkan susu 690 ribu ton, dan menghasilkan sepertiga dari kebutuhan
susu nasional.
Untuk tembakau
virginia produksi Indonesia khususnya di wilayah NTB menghasilkan tembakau
sekitar 50 ribuan ton. Sedang kebutuhan industri rokok 110-120 ribu ton. irsa fitri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar