Pertumbuhan industri
sebesar 7,74 persen pada tahun 2012 belum diiringi pasokan bahan baku dalam negeri. Akibatnya,
industri impor bahan baku yang cukup banyak. Sementara hasil pertanian Indonesia
sifatnya musiman, sementara industri kebutuhannya bersifat harian. Inilah yang
menyebabkan Indonesia masih tergantung pada produk impor untuk memenuhi
kebutuhan pangannya.
Persoalan bahan baku
yang dihadapi industri sudah sering terjadi. Alihalih pelaku Industri mengimpor
Bahan baku Untuk diolahMenjadi produk. Apresiasi Dolar terhadap rupiah, setidaknya
membuat industri sedikit ketar-ketir. Apalagi
Indonesia Masih impor Gandum sebesar 96 persen.
“Situasi ini kita
harapkan jangan berlangsung lama. Pasalnya bahan baku impor yang distok untuk beberapa bulan ke depan masih mampu memenuhi kebutuhan. Namun jika
keadaan ini cukup lama, jelas akan memukul industri,” jelas Ir. Faiz Achmad,
MBA, Direktur Makanan dan Hasil Laut Perikanan, Kemenperin pada Agrofarm
di Jakarta.
Faiz menjelaskan,
bahwasanya impor masih banyak dilakukan industri, khususnya industri makanan,
karena laju pertumbuhan industri terus meningkat, sementara di hulu belum mampu
mengikuti laju industri. ”Hasil pertanian kita hanya segitu-segitu saja,
dan tidak ada yang swasembada. Jadi mau
tidak mau untuk bahan baku, industri
makanan impor,” imbuh Faiz.
Impor untuk memenuhi
industri makanan, perikanan dan hasil laut adalah gandum impor
6 juta ton, gula dalam bentuk raw
sugar 3 juta ton, jagung 1,5 sampai 2 juta ton, kedelai yang 85 persen
untuk industry tahu tempe impor 1,5 -1,8
juta ton, tepung tapioka 200 ribu ton,
daging sapi beku untuk industri sosis, bakso impor 20 ribu ton,
kakao yang impor dari Ghana, Puerto Rico masih impor, hanya saja impornya
sangat kecil. Karena kakao tersebut untuk dikombinasi dengan kakao lokal yang menghasilkan
cita rasa.
Ikan lemuru untuk
kebutuhan sarden juga impor. Bahkan,
jika terjadi anomali cuaca bisa impor lebih banyak. “Kita pernah impor cukup besar,’tandas
Faiz. irsa fitri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar