Kamis, 31 Oktober 2013

Viva Yoga Mauladi: Program Swasembada Cuma Lips Service



                                 foto: Bimo

Ironis. Itu Mungkin kata yang tepat menggambarkan Bagaimana indonesia sebagai negara agraris Harus tergantung kepada impor dalam memenuhi Kebutuhan Pangannya. Potensi lahan yang luas,   Tenaga kerja yang besar dan letak geografis Di wilayah  dua iklim, tak mampu menghadirkan Produksi Pangan yang mencukupi Bagi rakyatnya.


Bahkan, UU Pangan yang diundangkan untuk  membatasi impor hanya bagus di atas meja, tetapi tetap jadi pepesan kosong di tataran implementasi. Apa yang salah dari kebijakan pertanian kita?

Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PAN Viva Yoga Mauladi, M.Si  melihat tidak adanya keberpihakan pemerintah dalam memajukan sektor pertanian menjadi alasan utama kenapa Indonesia harus mengandalkan impor  untuk memenuhi kebutuhan pangannya. “Keberpihakan kepada sektor pertanian hanya sebatas lip service ,” ucap Viva  pada Agrofarm.

Bisa dikatakan, apa yang direncanakan, berbeda dengan realisasi di lapangan. Tak heran, bila dari lima komoditas yang ditarget swasembada pada tahun depan,  hanya beras saja yang mendekati sasaran. Itu pun masih tetap impor dengan alasan untuk mengisi  kebutuhan stock. Komoditas lain, mulai dari gula, kedelai, daging dan jagung harus didatangkan dari sejumlah negara produsen.

“Pemerintah memang tidak pernah serius mengelola pertanian. Anggaran  sektor pertanian tidak pernah memenuhi yang dibutuhkan. Parahnya, dengan  anggaran yang minim, optimalisasi juga menjadi sesuatu yang sulit. Dimana-mana terjadi inefiesiensi,” kritik Viva.

Total ekspor Indonesia sepanjang delapan bulan pertama 2013 tercatat sebesar USD 127,09 miliar, turun 6,12 persen dibanding periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar USD 119,32 miliar. Khusus sektor pertanian, Indonesia menghasilkan devisa ekspor sebesar USD 3,86 miliar, turun 2,3 persen dibanding periode yang sama tahun 2012 yang tercatat sebesar USD 3,57 miliar.

Sementara impor Indonesia antara Januari-Agustus 2013 tercatat sebesar USD 124,84 miliar, turun 1,39 persen  dibanding periode yang sama tahun lalu yang tercatat USD 123,12 miliar. Sektor pertanian berkontribusi terhadap impor mencapai USD 5,96 miliar.

Politisi  PAN asal daerah  Jatim X yang meliputi  Kabupaten Lamongan dan Gresik ini  menyesalkan minimnya anggaran yang dialokasikan  pada Kementerian Pertanian,  garda terdepan untuk mengurusi  petani dan nelayan. Disebutkan, anggaran Kementerian Pertanian tahun 2011 mencapai Rp 17,7 triliun, naik tipis menjadi Rp 17,76 triliun di 2012, namun merosot di 2013 menjadi  Rp 16,42 triliun. Tahun depan, Kementan hanya dapat alokasi anggaran sebesar Rp 15,47 triliun,  dibanding total anggaran belanja yang mencapai  Rp 1.816,7 triliun.“Itu bukti bahwa sektor pertanian tidak jadi prioritas,” tegas Viva.

Sebagai perbandingan, di  era pemerintahan Soeharto  sektor pertanian mendapat prioritas anggaran yang cukup besar. Di tahun 1981-82, anggaran sektor pertanian mencapai 17 persen dari total alokasi anggaran. “Sekarang kecil sekali. Tak sampai dua persen. Bandingkan dengan sektor pendidikan yang dapat jatah 20 persen,” katanya.

Dengan alokasi anggaran yang minim, tak heran bila berbagai program yang dijalankan pemerintah tidak pernah terealisasi. “Beras, jagung, daging, kedelai dan gula semuanya akhirnya  harus  diimpor karena  produksi di dalam negeri tak mampu memenuhinya. Tidak ada upaya untuk
mencapai ke sana,” katanya.

Untuk memajukan sektor pertanian, anggaran setidaknya harus mendekati 10 persen dari APBN. Menyelesaikan masalah impor tidak bisa dilakukan bagai membalik telapak tangan. Butuh waktu, sumber dana dan kesiapan infrastruktur yang baik. “Sekarang ini semua parah. Saluran irigasi dan bendungan sudah  tidak terurus, anggaran subsidi banyak tidak tepat sasaran karena programnya tambal sulam,” katanya.

Menurutnya, untuk mencapai produksi  pertanian butuh ketepatan dalam pengalokasian subsidi. “Untuk pengalokasian subsidi, baik subsidi pupuk, bibit dan alat-alat pertanian harus dilakukan tepat. Baik tepat waktu, tepat takaran dan  yang terpenting tepat sasaran,” tegasnya.

Maraknya impor telah menyebabkan terkurasnya devisa negara. Padahal, bila pengelolaan pertanian bisa dilakukan  secara baik, Indonesia bisa memenuhi kebutuhan pangannya tanpa harus melakukan impor. “Ribut-ribut soal impor sapi dan kedelai bukti lemahnya political will pemerintah untuk memajukan sektor  pertanian,” paparnya.  iin achmad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar