foto: Bimo |
Ironis. Itu Mungkin kata yang tepat menggambarkan Bagaimana indonesia sebagai negara agraris Harus tergantung kepada impor dalam memenuhi Kebutuhan Pangannya. Potensi lahan yang luas, Tenaga kerja yang besar dan letak geografis Di wilayah dua iklim, tak mampu menghadirkan Produksi Pangan yang mencukupi Bagi rakyatnya.
Bahkan, UU Pangan
yang diundangkan untuk membatasi impor
hanya bagus di atas meja, tetapi tetap jadi pepesan kosong di tataran
implementasi. Apa yang salah dari kebijakan
pertanian kita?
Anggota Komisi IV DPR
dari Fraksi PAN Viva Yoga Mauladi, M.Si
melihat tidak adanya keberpihakan pemerintah dalam memajukan sektor
pertanian menjadi alasan utama kenapa Indonesia harus mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan pangannya. “Keberpihakan
kepada sektor pertanian hanya sebatas lip service ,” ucap Viva pada Agrofarm.
Bisa dikatakan, apa
yang direncanakan, berbeda dengan realisasi di lapangan. Tak heran,
bila dari lima komoditas yang ditarget swasembada pada tahun depan,
hanya beras saja yang mendekati sasaran. Itu pun masih tetap impor dengan alasan untuk mengisi kebutuhan stock. Komoditas lain, mulai dari gula, kedelai, daging dan jagung harus
didatangkan dari sejumlah negara produsen.
“Pemerintah memang
tidak pernah serius mengelola pertanian.
Anggaran
sektor pertanian tidak pernah memenuhi yang dibutuhkan. Parahnya,
dengan
anggaran yang minim, optimalisasi juga menjadi sesuatu yang sulit. Dimana-mana terjadi inefiesiensi,” kritik Viva.
Total ekspor
Indonesia sepanjang delapan bulan pertama 2013 tercatat sebesar
USD 127,09 miliar, turun 6,12 persen dibanding periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar USD 119,32 miliar. Khusus
sektor pertanian, Indonesia menghasilkan
devisa ekspor sebesar USD 3,86 miliar, turun 2,3 persen dibanding periode yang sama tahun 2012 yang tercatat
sebesar USD 3,57 miliar.
Sementara impor
Indonesia antara Januari-Agustus 2013 tercatat sebesar USD 124,84 miliar, turun
1,39 persen dibanding periode
yang sama tahun lalu yang tercatat USD 123,12 miliar. Sektor pertanian
berkontribusi terhadap impor mencapai USD 5,96 miliar.
Politisi PAN asal daerah Jatim X yang meliputi Kabupaten Lamongan dan Gresik ini menyesalkan minimnya anggaran yang
dialokasikan pada Kementerian
Pertanian, garda terdepan untuk
mengurusi petani dan nelayan. Disebutkan,
anggaran Kementerian Pertanian tahun 2011 mencapai Rp 17,7 triliun, naik tipis
menjadi Rp 17,76 triliun di 2012, namun merosot di 2013 menjadi Rp 16,42 triliun. Tahun depan, Kementan hanya
dapat alokasi anggaran sebesar Rp 15,47 triliun, dibanding total anggaran belanja yang
mencapai Rp 1.816,7 triliun.“Itu bukti
bahwa sektor pertanian tidak jadi prioritas,” tegas Viva.
Sebagai perbandingan,
di era pemerintahan Soeharto sektor pertanian mendapat prioritas anggaran
yang cukup besar. Di tahun 1981-82, anggaran sektor pertanian mencapai 17
persen dari total alokasi anggaran. “Sekarang kecil sekali. Tak sampai dua
persen. Bandingkan dengan sektor pendidikan yang dapat jatah 20 persen,”
katanya.
Dengan alokasi
anggaran yang minim, tak heran bila berbagai program yang dijalankan pemerintah
tidak pernah terealisasi. “Beras, jagung, daging, kedelai dan gula semuanya akhirnya harus
diimpor karena produksi di dalam
negeri tak mampu memenuhinya. Tidak ada upaya untuk
mencapai ke sana,” katanya.
Untuk memajukan
sektor pertanian, anggaran setidaknya harus mendekati 10 persen dari APBN.
Menyelesaikan masalah impor tidak bisa dilakukan bagai membalik telapak tangan.
Butuh waktu, sumber dana dan kesiapan infrastruktur yang baik. “Sekarang ini
semua parah. Saluran irigasi dan bendungan sudah tidak terurus, anggaran subsidi banyak tidak
tepat sasaran karena programnya
tambal sulam,” katanya.
Menurutnya, untuk
mencapai produksi pertanian butuh
ketepatan dalam pengalokasian subsidi. “Untuk pengalokasian subsidi, baik
subsidi pupuk, bibit dan alat-alat pertanian harus dilakukan tepat. Baik tepat
waktu, tepat takaran dan yang terpenting
tepat sasaran,” tegasnya.
Maraknya impor telah
menyebabkan terkurasnya devisa negara. Padahal, bila pengelolaan pertanian bisa
dilakukan secara baik,
Indonesia bisa memenuhi kebutuhan pangannya tanpa harus melakukan impor. “Ribut-ribut
soal impor sapi dan kedelai bukti lemahnya political will pemerintah
untuk memajukan sektor pertanian,”
paparnya. iin achmad
Tidak ada komentar:
Posting Komentar