Rabu, 30 Oktober 2013

Menghalau Impor, Tirulah Tetangga



                 foto: Bimo

Malaysia dan Venezuela memiliki undang-undang yang mengatur batas maksimal harga bahan pangan. Ketika ada gejolak harga, konsumen tidak dirugikan dengan kenaikan yang terlalu ekstrem. Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengaku siap mempelajari aturan di kedua negara itu supaya bisa diterapkan di Indonesia. Syaratnya, problem pasokan dari dalam negeri bisa dioptimalkan.“Kita mau jaga stabilitas harga dengan pematokan harga di level tertentu. Itu sangat mulia. Tapi kalau pasoknya sulit, ini agak sulit juga untuk segala pemangku kepentingan,” kata Gita pada Agrofarm di kantornya.

Sebelum meniru aturan dua negara itu,pasokan harus lancar. Gita mengakui ketergantungan terhadap impor tidak bisa dihindari lantaran ketersediaan barang di dalam negeri tidak maksimal dan tidak mampu memenuhi kebutuhan. Alhasil, untuk sementara fokus pemerintah dalam menstabilkan harga adalah memperlancar arus impor ketika harga melonjak.“Harga bisa dijangkau tapi barangnya enggak ada. Nah ini gimana bisa mendatangkan harganya. Barangnya kan kalau enggak ada di dalam negeri harus didatangkan dari luar negeri. Nah kalau didatangkan dari luar negeri ini fasilitasi izinnya juga harus lancar,” paparnya.

Mendag berjanji, jika situasi sudah lebih kondusif, pihaknya siap mempelajari aturan batas atas harga pangan, agar konsumen terlindungi. “Ke sananya saya rasa konsep itu bisa dipelajari,” tandasnya.

Salah satu fenomena di Indonesia yang selalu terjadi setiap tahun adalah kenaikan harga sejumlah komoditas atau bahan pangan. Selain daging sapi yang tidak kunjung lengser dari level Rp 95.000 per kilogram sejak akhir 2012, bahan pokok lain seperti cabe rawit dan bawang merah berulang kali naik turun. Demikian pula nasib telur ayam, beras, dan daging ayam.

Sebagai perbandingan, Malaysia memiliki The Price Control Act yang isinya mengontrol harga barang mayoritas bahan pangan. Beleid di Negeri  Jiran itu mengatur harga 225 jenis kebutuhan sehari-hari warga dan 25 komoditas supaya harganya stabil menjelang hari-hari besar seperti Lebaran. Malaysia juga memiliki Majelis Harga Negara yang memonitor harga barang, menerima keluhan masyarakat, dan menghitung cadangan pangan nasional.

Namun di Indonesia, setiap tahun defisit tujuh komoditas pangan utama nasional terus meningkat. Pada 2011, volume impor beras, jagung, gandum, kedelai, gula, susu, dan daging mencapai 17,6 juta ton senilai USD 9,4 miliar. Defisit pangan tahun 2011 mencapai 17,35 juta ton dengan nilai USD 9,24 miliar (mendekati 90 triliun rupiah) karena ekspor hanya 250 ribu ton dengan nilai USD 150 juta.


Lebih rinci, Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, impor berasIndonesia mencapai 2,75 juta ton dengan nilai USD 1,5 miliar atau 5% dari total kebutuhan dalam negeri, impor kedelai mencapai 60% dari total konsumsi dalam negeri sekitar 3,1 juta ton dengan nilai USD 2,5 miliar, jagung sebesar 11% dari konsumsi 18,8 juta ton senilai USD 1,02 miliar, gandum (100%, USD 1,3 miliar), gula putih (18%, USD 1,5 miliar), daging sapi (30%, USD 331 juta), dan susu (70%). Dian Yuniarni

Tidak ada komentar:

Posting Komentar