Dr. Suryamin, M.Sc, Kepala badan Pusat Statistik
foto: Bimo |
Barang impor Bukan Main Banyaknya masuk ke negeri ini. Dari bahan Baku, Produk Jadi dan olahan. Ada ratusan jenis komoditas yang didatangkan dari negara lain untuk kebutuhan negeri ini. Untuk impor non-migas terbagi dalam 27 kelompok besar, yang Jika ditelaah, harusnya bisa dihasilkan dalam negeri.
menyikapi
importasi yang sangat tinggi itu, berbagai kebijakan pemerintah belum mengarah mensubstitusi
barang impor, apalagi untuk menciptakan kemandirian. Alokasi anggaran yang
kecil dan terbiarkannya infrastruktur diantaranya, adalah indikasi yang mengarah
ke sana.
Ini
kian diperparah dengan tidak padunya kementerian. Antar-menteri saling tuding
jika timbul masalah, dan lebih rumit lagi, karena masingmasing kementerian punya
data yang berbeda-beda.
Agrofarm
mewawancarai Dr. Suryamin, M.Sc, Kepala Badan Pusat Statistik,
untuk mendapatkan gambaran lain dari importasi ini. Kendati
datanya juga beda dengan data yang ada di kementerian, tetapi setidaknya
itu dapat memperkaya pemahaman kita untuk menyimak apa yang
sedang dan kelak terjadi. Inilah lengkapnya.
Berdasarkan
hasil sensus pertanian BPS tercatat terjadi penurunan Rumah Tangga Petani dari
31,17 juta di tahun 2003 menjadi 26,13 juta di tahun 2013. Bagaimana tanggapan
Anda terkait ini?
Ini
semua tergantung dari konsekwensi kemajuan ekonomi. Data BPS memang terjadi penurunan
selama 2003-2013. Dari hasil sensus pertanian yang sudah kami lakukan meliputi
enam sub sektor yakni tanaman, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan
dan kehutanan termasuk jasa pertanian.
Berdasarkan
angka sementara usaha pertanian di Indonesia tahun 2013 sebesar 26,13 juta
rumah tangga usaha pertanian, atau mengalami penurunan sebesar 0,54 persen dibanding
tahun 2012. Walaupun menurun jumlah usaha pertanian, produktivitas sektor
pertanian meningkat. Bisa dilihat
persentasi penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor pertanian
mengalami penurunan dari 40,61 juta orang di 2004 atau 43,33 persen menjadi
39,96 juta orang atau 35,05 persen.
Penurunan
ini karena penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor pertanian beralih
ke sektor lain. Terjadi penurunan ini,
artinya negara itu berkembang dan maju. Secara teori ada perubahan dari
sektor pertanian ke sektor primer dan sekunder. Ini merupakan siklus yang normal. Mudah-mudahan
akhir tahun ada profilnya yang lengkap
bagaimana sesungguhnya enam sub sektor yang saya sebutkan.
Sementara
untuk produksi, misalnya saja produksi padi, naik dari 52,14 juta ton di tahun
2003 menjadi 69,27 ton di tahun 2013, atau mengalami pertumbuhan sebesar 3,29 persen
per tahun.
Bagaimana
pandangan Anda terhadap sektor pertanian di Indonesia saat ini?
Sektor
pertanian saat ini potensinya masih luas, masih besar untuk dikembangkan lagi.
Saya melihat sektor tanaman pangan, padi masih bisa ditingkatkan lagi. Dari ramalan
BPS 0,31 persen melonjak menjadi 10 persen. Harus ada upaya yang keras, karena
ini menyangkut penggunaan lahan yang subur. Walaupun ada pencetakan lahan sawah
tapi tidak bisa melonjak cepat. Perlu beberapa tahun ke depan, dan perlu waktu
menjadikan lahan yang subur.
Untuk
sektor perkebunan, peternakan seperti sapi potensi pasti ada. Potensi
peternakan sapi dan kerbau ada di rumah tangga. Kepemilikan sapi sesuai sensus yang kami lakukan hanya 14,2
juta rumah tangga. Memang per rumah tangga tidak besar, tapi totalnya besar. Sub sektor perikanan perlu digali, baik itu
penangkapan dan pengolahannya, juga budidaya ikan. Sub sektor pertanian
kaitannya ke industri. Industrialisasi perlu teknologi. Perlunya stimulus, bagaimana agar petani bergairah menanam,
seperti perlunya insensif, fasilitas, benih, lahan baru. Intinya, peluang
kita masih ada, dan mindset masyarakat juga harus diubah
agar cinta produksi dalam negeri.
Apa
dampak melonjaknya nilai tukar rupiah dengan mata uang dolar terhadap komoditas
pertanian di dalam negeri?
Ini
tergantung kualitas dari produk yang bisa bersaing. Ada dua sisi saya melihat,
dan ini bisa menjadi peluang. Komoditi-komoditi yang ada harus mampu bersaing
dengan komoditi impor, sehingga komoditi kita juga bisa masuk ke pasar ekspor. Namun, harus dipikirkan jangan harga jual petani
sampai turun.
Mengapa
Indonesia masih
tergantung pada produk pertanian
impor?
Kembali
pada kualitas. Tapi secara kualitas produksi kita tidak kalah dengan produk
luar. Hanya saja kenapa harga kita lebih mahal. Ini kembali pada proses, mulai
dari biaya produksi sampai hasil. Pola panen juga harus dilihat karena ini
menyangkut keberadaan hasil pertanian. Disini pentingnya pengendalian harga pada
saat paceklik. Begitu juga pada waktu surplus,
untuk komoditikomoditi tertentu harus ada yang mengendalikan. Fungsi
stabilisator harga sangat penting agar tidak terjadi gejolak. Disamping itu
infrastruktur dalam mengelola pertanian
perlu dibenahi agar pertanian kita bisa bersaing di dalam negerinya sendiri.
Ongkos produksi juga bagian dari sensus. Dan akhir tahun ini akan tahu seperti
apa gambarannya.
Berapa
besar volume produk pertanian Indonesia saat ini, dan negara-negara mana saja
yang paling besar produk pertaniannya diimpor Indonesia?
Disini
masuk kategori impor non-migas. Impor
non-migas di bulan Agustus 2013 mencapai
9,36 miliar dolar AS atau turun 29,49 persen dibanding Juli 2013. Sementara
bila dibanding impor
Agustus 2012 turun 10,84 persen. Impor
migas Agustus 2013 mencapai 3,67 miliar dolar AS atau turun 11,41 persen
dibanding Juli 2013. Sebaliknya bila dibanding impor Agustus 2012 naik 10,66
persen Secara
kumulatif nilai impor Januari–Agustus 2013 mencapai 124,86 miliar dolar AS atau
turun 1,39 persen jika dibanding impor periode yang sama tahun 2012. Impor
nonmigas mencapai 94,95 miliar dolar AS atau turun 4,20 persen.
Negara
pemasok barang impor non-migas terbesar selama Agustus 2013 ditempati oleh
China dengan nilai 2,00 miliar
dolar AS (21,37 persen), Jepang
1,35 miliar dolar AS (14,39 persen) dan Thailand 0,75 miliar dolar AS (7,99 persen). Impor non-migas dari
ASEAN mencapai pangsa pasar 21,13 persen, sementara dari Uni Eropa 9,34 persen.
Setahun
terakhir volume impor pertanian 2012 itu jika dibandingkan total non-
migas sebesar 11 persen dengan
nilai 16,8 miliar dolar AS.
Jenis
produk pertanian apa saja yang impor?
Dari
data BPS ada 27 kelompok besar, seperti
binatang hidup, sapi hidup, ikan, dan udang. Daging pertama dari Australia,
kedua New Zealand. Ikan dan udang terbesar dari China dan kedua dari Kanada. Impor
yang besar untuk gandumganduman, Kedua ampas, yang ketiga gula, dan
kacang-kacangan. Untuk susu Metanga
telur dari Swis. Pohon
hidup, sayuran, dan
buah-buahan dari China. Kopi dan rempahrempah dari Vietnam. Gandum ganduman
Australia, dan India. Hasil penggilingan Dari Thailand, Kedua Srilanka, biji-bijian
berminyak dari Amerika, kedua India. Getah dan damar Dari China. Bahan-bahan
nabati impor Dari Vietnam. Lemak, minyak Hewan dari Malaysia. Daging dan ikan
Olahan dari Malaysia.
Gula dan kembang Gula dari Thailand, Dan kedua Dari Brazil. Kakao Dari Malaysia.
Untuk
olahan, sayur-mayur juga, dan makan olahan
juga impor dari
China. Minuman
dari Malaysia. Ampas impor dari
Argentina, tembakau, kayu, gabus, jerami dan anyam-anyaman impor dari China.
Apa solusi yang Anda tawarkan agar Indonesia bisa
menjadi negara yang berdaulat pangan?
Harus
ada penataan di sektor ini. Petani, peternak supaya memproduksi lebih baik, diberikan kemudahan, insensif,
modal, lahan, bibit, pestisida, distribusi atau pemasaran lancar, agar harganya
tidak jauh beda dengan harga di
kota. Dan, pada saat panen jangan sampai
harga jatuh, pertanian kita harus modern, harus punya coldstorage. Bantuan ini yang perlu, karena ketika komoditi
tidak musin tetap ada. Ini harus
dipikirkan. Indonesia luas, lahannya harus dimanfaatkan untuk apa. Ini perlu di-update, dan ini,
upaya-upaya relokasi penduduk agar jangan di Jawa melulu. Koridorkoridor yang dibangun pemerintah saya
rasa cukup bagus karena sudah konsen ke luar Jawa.
Apa
sih sebenarnya kendala utama sektor pertanian belum bisa maju seperti negara
lain?
Pertambahan
penduduk, sementara lahan pertanian
pindah ke anak-anaknya. Petumbuhan penduduk tidak sejalan dengan pertambahan lahan.
Makanya luas lahan di petani terus menurun. Pencetakan lahan baru tidak banyak
dilakukan sehingga lahan pertanian menurun. Intinya saya melihat, luas lahan per petani tetap. Seperti contoh lahan
yang dimiliki petani 10 hektar dibagi kesepuluh anaknya, setiap anak hanya
punya 1 hektar.
Seperti
apa BPS dalam melaksanakan sensus, mengingat data BPS tidak sinkron dengan data
instansi atau lembaga lainnya?
Dalam
menjalankan sensus tidak jalan sendiri. Mengapa
data BPS sering tidak sama, karena BPS menjalankan statistik dasar yang akan dipakai
secara umum, dan massal. Kalau sudah spesifik dan sektoral harus hati-hati.
Baik itu dari sampelnya, berapa yang diamati harus hati-hati. Untuk tahun ini
BPS masih ada 2 sensus lagi, dan seperti yang saya katakan, akhir tahun kami akan
merilis 6 sub sektor mencakup pertanian. yosi winosa/irsa fitri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar