Kamis, 31 Oktober 2013

Terbesar Impor Dari China, Disusul Jepang & Thailand


Dr. Suryamin, M.Sc, Kepala badan Pusat Statistik

                                                    foto: Bimo

Barang impor Bukan Main Banyaknya masuk  ke negeri ini. Dari bahan Baku, Produk Jadi dan olahan. Ada ratusan jenis komoditas yang  didatangkan dari negara lain untuk  kebutuhan negeri ini. Untuk impor non-migas terbagi dalam 27 kelompok besar, yang Jika ditelaah, harusnya bisa dihasilkan dalam  negeri. 


menyikapi importasi yang sangat tinggi itu, berbagai kebijakan pemerintah belum mengarah mensubstitusi barang impor, apalagi untuk menciptakan kemandirian. Alokasi anggaran yang kecil dan terbiarkannya infrastruktur diantaranya, adalah indikasi yang mengarah ke sana.

Ini kian diperparah dengan tidak padunya kementerian. Antar-menteri saling tuding jika timbul masalah, dan lebih rumit lagi, karena masingmasing kementerian punya data yang berbeda-beda.

Agrofarm mewawancarai Dr. Suryamin, M.Sc, Kepala Badan Pusat Statistik, untuk mendapatkan gambaran lain dari importasi ini. Kendati datanya juga beda dengan data yang ada di kementerian, tetapi setidaknya itu dapat memperkaya pemahaman kita untuk menyimak apa yang sedang dan kelak terjadi. Inilah lengkapnya.


Berdasarkan hasil sensus pertanian BPS tercatat terjadi penurunan Rumah Tangga Petani dari 31,17 juta di tahun 2003 menjadi 26,13 juta di tahun 2013. Bagaimana tanggapan Anda terkait ini?
Ini semua tergantung dari konsekwensi kemajuan ekonomi. Data BPS memang terjadi penurunan selama 2003-2013. Dari hasil sensus pertanian yang sudah kami lakukan meliputi enam sub sektor yakni tanaman, hortikultura, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan  termasuk jasa pertanian.

Berdasarkan angka sementara usaha pertanian di Indonesia tahun 2013 sebesar 26,13 juta rumah tangga usaha pertanian, atau mengalami penurunan sebesar 0,54 persen dibanding tahun 2012. Walaupun menurun jumlah usaha pertanian, produktivitas sektor pertanian meningkat. Bisa dilihat  persentasi penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor pertanian mengalami penurunan dari 40,61 juta orang di 2004 atau 43,33 persen menjadi 39,96 juta orang atau 35,05 persen.

Penurunan ini karena penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor pertanian beralih ke sektor lain. Terjadi penurunan ini,  artinya negara itu berkembang dan maju. Secara teori ada perubahan dari sektor pertanian ke sektor primer dan sekunder. Ini  merupakan siklus yang normal. Mudah-mudahan akhir tahun ada profilnya yang lengkap  bagaimana sesungguhnya enam sub sektor yang saya sebutkan.

Sementara untuk produksi, misalnya saja produksi padi, naik dari 52,14 juta ton di tahun 2003 menjadi 69,27 ton di tahun 2013, atau mengalami pertumbuhan sebesar 3,29 persen per tahun.


Bagaimana pandangan Anda terhadap sektor pertanian di Indonesia saat ini?
Sektor pertanian saat ini potensinya masih luas, masih besar untuk dikembangkan lagi. Saya melihat sektor tanaman pangan, padi masih bisa ditingkatkan lagi. Dari ramalan BPS 0,31 persen melonjak menjadi 10 persen. Harus ada upaya yang keras, karena ini menyangkut penggunaan lahan yang subur. Walaupun ada pencetakan lahan sawah tapi tidak bisa melonjak cepat. Perlu beberapa tahun ke depan, dan perlu waktu menjadikan lahan yang subur. 

Untuk sektor perkebunan, peternakan seperti sapi potensi pasti ada. Potensi peternakan sapi dan kerbau ada di rumah tangga. Kepemilikan sapi  sesuai sensus yang kami lakukan hanya 14,2 juta rumah tangga. Memang per rumah tangga tidak besar, tapi totalnya besar.  Sub sektor perikanan perlu digali, baik itu penangkapan dan pengolahannya, juga budidaya ikan. Sub sektor pertanian kaitannya ke industri. Industrialisasi perlu teknologi. Perlunya stimulus,  bagaimana agar petani bergairah menanam, seperti perlunya insensif, fasilitas, benih, lahan baru. Intinya, peluang kita  masih ada,  dan mindset masyarakat juga harus diubah agar cinta produksi dalam negeri.


Apa dampak melonjaknya nilai tukar rupiah dengan mata uang dolar terhadap komoditas pertanian di dalam negeri?
Ini tergantung kualitas dari produk yang bisa bersaing. Ada dua sisi saya melihat, dan ini bisa menjadi peluang. Komoditi-komoditi yang ada harus mampu bersaing dengan komoditi impor, sehingga komoditi kita juga bisa masuk ke pasar ekspor.  Namun, harus dipikirkan jangan harga jual petani sampai turun.


Mengapa Indonesia masih tergantung pada produk pertanian impor?
Kembali pada kualitas. Tapi secara kualitas produksi kita tidak kalah dengan produk luar. Hanya saja kenapa harga kita lebih mahal. Ini kembali pada proses, mulai dari biaya produksi sampai hasil. Pola panen juga harus dilihat karena ini menyangkut keberadaan hasil pertanian. Disini pentingnya pengendalian harga pada saat paceklik. Begitu juga pada waktu surplus,  untuk komoditikomoditi tertentu harus ada yang mengendalikan. Fungsi stabilisator harga sangat penting agar tidak terjadi gejolak. Disamping itu infrastruktur dalam  mengelola pertanian perlu dibenahi agar pertanian kita bisa bersaing di dalam negerinya sendiri. Ongkos produksi juga bagian dari sensus. Dan akhir tahun ini akan tahu seperti apa gambarannya.


Berapa besar volume produk pertanian Indonesia saat ini, dan negara-negara mana saja yang paling besar produk pertaniannya diimpor Indonesia?
Disini masuk kategori  impor non-migas. Impor non-migas  di bulan Agustus 2013 mencapai 9,36 miliar dolar AS atau turun 29,49 persen dibanding Juli 2013. Sementara bila  dibanding impor Agustus 2012 turun  10,84 persen. Impor migas Agustus 2013 mencapai 3,67 miliar dolar AS atau turun 11,41 persen dibanding Juli 2013. Sebaliknya bila dibanding impor Agustus 2012 naik 10,66 persen  Secara kumulatif nilai impor Januari–Agustus 2013 mencapai 124,86 miliar dolar AS atau turun 1,39 persen jika dibanding impor periode yang sama tahun 2012. Impor nonmigas mencapai 94,95 miliar dolar AS atau turun 4,20 persen.

Negara pemasok barang impor non-migas terbesar selama Agustus 2013 ditempati oleh China dengan nilai 2,00 miliar  dolar  AS (21,37 persen), Jepang 1,35 miliar dolar AS (14,39 persen) dan Thailand 0,75 miliar  dolar AS (7,99 persen). Impor non-migas dari ASEAN mencapai pangsa pasar 21,13 persen, sementara dari Uni Eropa 9,34 persen.

Setahun terakhir volume impor pertanian 2012 itu jika dibandingkan total non- migas  sebesar 11 persen dengan nilai  16,8 miliar dolar AS.


Jenis produk  pertanian apa saja yang impor?
Dari data BPS ada  27 kelompok besar, seperti binatang hidup, sapi hidup, ikan, dan udang. Daging pertama dari Australia, kedua New Zealand. Ikan dan udang terbesar dari China dan kedua dari Kanada. Impor yang besar untuk gandumganduman, Kedua ampas, yang ketiga gula, dan kacang-kacangan. Untuk  susu Metanga telur dari Swis. Pohon
hidup, sayuran, dan buah-buahan  dari China.  Kopi dan rempahrempah dari Vietnam. Gandum ganduman Australia, dan India. Hasil penggilingan Dari Thailand, Kedua Srilanka, biji-bijian berminyak dari Amerika, kedua India. Getah dan damar Dari China. Bahan-bahan nabati impor Dari Vietnam. Lemak, minyak Hewan dari Malaysia. Daging dan ikan
Olahan dari Malaysia. Gula dan kembang Gula dari Thailand, Dan kedua Dari Brazil. Kakao Dari Malaysia.

Untuk olahan, sayur-mayur juga, dan makan olahan  juga impor  dari
China.  Minuman  dari Malaysia. Ampas impor dari  Argentina, tembakau, kayu, gabus, jerami dan anyam-anyaman  impor dari China.


Apa  solusi yang Anda tawarkan agar Indonesia bisa menjadi negara yang berdaulat pangan?
Harus ada penataan di sektor ini. Petani, peternak supaya  memproduksi lebih baik, diberikan kemudahan, insensif, modal, lahan, bibit, pestisida, distribusi atau pemasaran lancar, agar harganya tidak jauh  beda dengan harga di kota.  Dan, pada saat panen jangan sampai harga jatuh, pertanian kita harus modern, harus punya coldstorage.  Bantuan ini yang perlu, karena ketika komoditi tidak musin tetap ada.  Ini harus dipikirkan. Indonesia luas, lahannya harus dimanfaatkan  untuk apa. Ini perlu di-update, dan ini, upaya-upaya relokasi penduduk agar jangan di Jawa melulu.  Koridorkoridor yang dibangun pemerintah saya rasa cukup bagus karena sudah konsen ke luar Jawa.


Apa sih sebenarnya kendala utama sektor pertanian belum bisa maju seperti negara lain?
Pertambahan penduduk, sementara lahan pertanian  pindah ke anak-anaknya. Petumbuhan penduduk  tidak sejalan dengan pertambahan lahan. Makanya luas lahan di petani terus menurun. Pencetakan lahan baru tidak banyak dilakukan sehingga lahan pertanian menurun. Intinya saya melihat, luas  lahan per petani tetap. Seperti contoh lahan yang dimiliki petani 10 hektar dibagi kesepuluh anaknya, setiap anak hanya punya 1  hektar.


Seperti apa BPS dalam melaksanakan sensus, mengingat data BPS tidak sinkron dengan data instansi atau lembaga lainnya?
Dalam menjalankan sensus tidak jalan sendiri. Mengapa  data BPS sering tidak sama, karena BPS  menjalankan statistik dasar yang akan dipakai secara umum, dan massal. Kalau sudah spesifik dan sektoral harus hati-hati. Baik itu dari sampelnya, berapa yang diamati harus hati-hati. Untuk tahun ini BPS masih ada 2 sensus lagi, dan seperti yang saya katakan, akhir tahun kami akan merilis 6 sub sektor mencakup pertanian.  yosi winosa/irsa fitri


Tidak ada komentar:

Posting Komentar