Rabu, 30 Oktober 2013

Dari Swasembada hingga Impor Menggila



                                                                  foto: lst
Semua serba impor. Kapan Indonesia tidak impor dan mandiri dalam pangan?  Jawabannya di era Soeharto. Pada 1984 Indonesia dinyatakan mandiri dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri atau mencapai swasembada pangan. Organisasi Pangan Dunia (FAO) pun mengundang Soeharto untuk menerima penghargaan. Salah satu prestasi yang pernah diterima Soeharto di kancah internasional.

Dikutip dari laman Soeharto centre, Direktur Jenderal FAO Edouard Saouma mengundang Soeharto bicara pada forum dunia, 14 November 1985. Organisasi pangan dan pertanian PBB meminta Soeharto berbagi pengalaman Indonesia dalam upaya menaikkan tingkat produktivitas dengan mencapai tingkat swasembada pangan. Oleh FAO, Soeharto dijadikan lambang perkembangan pertanian internasional.

Kondisi tersebut memang berbanding terbalik dengan kondisi ekonomi saat ini. Di mana pemerintah selalu mengandalkan pasokan luar negeri untuk kebutuhan di dalam negeri. Sejumlah komoditas pangan tak luput dari program impor.  Agrofarm merangkum komoditaskomoditas yang berjaya di era Soeharto,namun kini harus mengandalkan impor.


1. Kedelai
Indonesia pernah berada di puncak kejayaan kedelai di era kepemimpinan Presiden Soeharto yakni 1992 dan1993. Namun pada 1998 saat Indonesia dilanda krisis, IMF menyarankan Indonesia untuk melakukan pasar bebas. Kedelai pun mulai diimpor dengan harga mengikuti pasarglobal.

Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifudin mengatakan sebenarnya Indonesia bisa kembali ke masa kejayaan kedelai pada 1992. Syaratnya konsisten pada aturan Perpres 32 tahun 2013. Dalam beleid ini diatur HJP (Harga Jual Pengrajin) serta dibatasinya kuota impor.


2. Beras
Pada 1969, Indonesia memproduksi beras sekitar 12,2 juta ton beras. Namun, pada 1984 melonjak hingga 25,8 juta ton. Strategi Soeharto saat itu menitikberatkan pada usaha intensifikasi dengan menaikkan produksi terutama produktivitas padi pada areal yang telah ada. Pemerintah mencetak tenaga penyuluh pertanian, membentuk unit-unit koperasi untuk menjual bibit tanaman unggul, menyediakan pupuk kimia dan juga insektisida untuk membasmi hama. Sistem pengairan diperbaiki dengan membuat irigasi ke sawah-sawah sehingga banyak sawah yang semula hanya mengandalkan air hujan, bisa  ditanami pada musim kemarau dengan memanfaatkan sistem pengairan.

Lain dulu lain sekarang. Tingginya konsumsi beras di masyarakat tidak dibarengi produksi yang maksimal.Lihat saja realisasi impor beras yang dilakukan oleh Perum Bulog sepanjang 2012 yang mencapai 670.000 ton. Realisasi pengadaan beras di dalam negeri selama satu tahun sebesar 3,664 juta ton. Anomali iklim yang ekstrem selalu dijadikan kambing hitam menurunnya produksiberas nasional.


3. gula
Industri gula merupakan salah satu industri sektor perkebunan tertua di negeri ini. Indonesia pernah mengalami era kejayaan industri gula pada dekade tahun 1970-1980. Indonesia juga tercatat sebagai raja ekspor gula sekitar tahun 1957.

Pada satu dekade terakhir, industri gula memang mengalami pasang surut. Cerita kejayaan Indonesia soal produksi gula tersebut, kini tinggal cerita. Secara perlahan, produksi gula nasional berangsur-angsur menyusut. Data dua tahun terakhir menunjukkan tingkat produksi yang belum maksimal. Pada 2010 produksi gula hanya mencapai 1,38 juta ton, kemudian turun ke angka 1,36 juta ton pada 2011. Tahun ini pemerintah menargetkan produksi gula hingga 1,85 juta ton.

Sejalan dengan itu, pemerintah mulai rajin mendatangkan gula yang diproduksi negara lain agar Indonesia semakin manis. Bahkan, pemerintah mulai rajin mendatangkan gula yang diproduksi negara lain. Swasembada gula sebesar 5 juta ton tahun 2014, seolah jauh panggang dari api. PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) yang ditunjuk pemerintah sebagai pengawal produksi gula lokal, tak berdaya mencapai target  swasembada gula. PT RNI dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) bahkan angkat tangan, menyerah dengan target tersebut.


4. Daging Sapi
Di era kepemimpinan Presiden Soeharto, terjadi swasembada daging sapi dengan jalan ternak sapi untuk mengatasi kelangkaan daging sapi. Sekitar tahun 1971 presiden yang berkuasa 32 tahun ini meresmikan Peternakan Sapi Tapos, yang terletak di Bogor, Jawa Barat. Peternakan Tapos ditargetkan sebagai tempat pembibitan sapi yang hasilnya dapat didistribusikan ke daerah-daerah. Lokasi peternakan Sapi Tapos terletak di Desa Cibedug, Kecamatan Ciawi dan di Desa Sukamantri, Kecamatan Tamansari, Bogor yang dimiliki oleh PT Rejosari Bumi.

Pada saat itu, Soeharto mendirikan Tapos untuk membangun peternakan yang mandiri, dalam rangka membantu pemerintah dalam pengembangan ternak besar. Di areal ini dikembangbiakkan sapi potong dan sapi perah, mulai dari pembibitan hingga penggemukan sapi, dengan teknologi modern untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri sekaligus meningkatkan kualitas, pengembangan teknologi dan SDM.

Dikatakan lewat Tapos bukan suatu cara yang benar. Memang, tahun 70-an kita pernah menjadi eksportir daging sapi dan kerbau. Tapos gak lah itu belakangan, kata Pengamat peternakan dari Asosiasi Ekonomi dan Politik Khudori.

Tapi sekarang, Indonesia sangat tergantung pasokan daging dari Australia. Jika pasokannya tersendat, maka hampir dipastikan harga daging secara perlahan merangkak naik. Kebijakan impor daging seolah tidak bisa dihindari.

Kuota impor daging sapi pada tahun ini sekitar 34.000 ton yang dibagi ke semester I sebanyak 20.400 ton dan semester II 13.600 ton. Namun, pemerintah menggeser kuota impor semester II ke semester I sebanyak 5.600 ton sehingga kuota pada semester II hanya tersisa 8.300 ton.


5. garam
Indonesia tercatat sebagai negara dengan garis pantai terpanjang di dunia. Sepanjang garis pantai Indonesia tersimpan potensi garam yang cukup besar. Namun pemerintah tetap bergantung pada garam impor.

Tingginya angka kebutuhan garam di dalam negeri, memaksa pemerintah membuka keran impor garam, termasuk garam konsumsi. Berdasarkan analisa neraca kebutuhan garam konsumsi tahun 2012, yang pehitungannya didasarkan sisa stok produksi tahun 2011,masih defisit atau kekurangan 533, 096 ton. Kebutuhan garam konsumsi secara nasional mencapai 1,4 juta ton per tahun. Pemerintah terpaksa harus melakukan impor, guna memenuhi kebutuhan pasar nasional untuk garam konsumsi.  Dian Yuniarni


Tidak ada komentar:

Posting Komentar